Catatan Pinggir Muhamad Daniel Rigan (MDR)
Pemilihan lokasi upacara HUT RI ke-80 oleh Ikatan Keluarga Keturunan Tionghoa Buru (IKKTB) di Puncak Bukit Tatanggo, Namlea, bukan sekadar soal tempat yang tinggi dan indah.
Pada perayaan tersebut Erwin Tanaya, anggota DPRD Buru dari partai Demokrat bertindak sebagai inspektur upacara.
Di sisi lain, Pemerintah Daerah (Pemda) memilih Lapangan Pattimura, pusat kota Namlea, yang memang menjadi lokasi resmi dan mudah diakses masyarakat umum. Perbedaan ini memberi pesan dan makna tersendiri:
1. Simbol Keagungan dan Kebebasan
Bukit atau puncak gunung selalu diasosiasikan dengan kedekatan pada langit, simbol kemuliaan, visi yang luas, dan kemerdekaan.
Mengibarkan Merah Putih di atas bukit bisa dipahami sebagai penghormatan tinggi pada perjuangan para pahlawan, seolah bendera itu “menjulang di atas segala kesulitan”, menyampaikan pesan bahwa kemerdekaan adalah pencapaian yang agung dan harus dijaga dari puncak tertinggi kesadaran kolektif.
2. Memperkuat Makna Pengorbanan dan Perjuangan
Mendaki bukit untuk mengibarkan bendera bukan hal mudah.
Secara simbolik, ini menegaskan perjuangan yang tidak mudah, sama seperti perjuangan bangsa merebut kemerdekaan.
Atraksi teatrikal yang menampilkan “bengisnya kompeni dan keberanian pejuang” di lokasi itu semakin memperkuat nuansa heroik, bahwa kemerdekaan adalah hasil perjuangan berat yang pantas dihormati dari tempat tinggi.
3. Memberi Perspektif Baru dan Inspiratif
Dari puncak bukit, panorama Namlea terbentang luas.
Ini memberi perspektif visual sekaligus filosofi: kemerdekaan bukan hanya soal politik atau administratif di kota, tapi juga soal kebebasan jiwa, penglihatan luas, dan visi untuk masa depan.
Pesan yang ingin disampaikan adalah: melihat Indonesia dari ketinggian, kita memahami betapa luas dan berharganya negeri ini, sehingga tanggung jawab kita juga lebih besar.
4. Membangun Identitas Kolektif
IKKTB, sebagai komunitas, memilih lokasi yang berbeda dari resmi Pemda untuk menegaskan identitas mereka dalam memperingati sejarah.
Ini bukan sekadar perbedaan formal, tetapi cara mengekspresikan penghormatan dan keterlibatan aktif masyarakat sipil dalam merayakan kemerdekaan, dengan cara yang penuh makna dan refleksi.
Secara singkat, mengibarkan bendera di atas bukit bukan sekadar tentang lokasi fisik, melainkan simbol ketinggian jiwa, pengorbanan, kebebasan, dan perspektif luas tentang kemerdekaan.
Sedangkan Pemda memilih Lapangan Pattimura untuk tujuan praktis: akses publik, seremonial resmi, dan penguatan simbol negara di pusat kota.
Dua pendekatan ini sebenarnya saling melengkapi: satu dari pusat kota, satu dari puncak sejarah dan filosofi perjuangan.
Kaperwil Maluku (SP)