Bambang Langlang Buana: Saatnya Wakil Rakyat Evaluasi Diri

Oleh: Muz Latucosina

Di tengah tekanan ekonomi yang mendera sebagian besar rakyat Indonesia, pernyataan Ketua DPRD Kabupaten Buru, Bambang Langlang Buana, ibarat angin segar di tengah panasnya kritik publik terhadap perilaku elit politik. Dengan tegas, ia menyatakan dukungan terhadap wacana pemotongan tunjangan anggota DPRD dan bahkan mengusulkan agar tunjangan mereka disesuaikan dengan standar Upah Minimum Regional (UMR).

Bacaan Lainnya

Sikap ini bukan hanya langka, tetapi juga sangat relevan. Selama ini, sorotan tajam publik tertuju pada besarnya tunjangan dan fasilitas yang dinikmati para wakil rakyat, baik di tingkat pusat maupun daerah. Di saat rakyat harus berjibaku dengan harga kebutuhan pokok yang naik, lapangan pekerjaan yang sempit, dan akses layanan publik yang terbatas, tidak sedikit anggota dewan yang justru asyik menikmati kenyamanan fasilitas negara tanpa menunjukkan kinerja yang sebanding.

Bambang mengingatkan kita semua bahwa menjadi anggota dewan adalah panggilan pengabdian, bukan profesi untuk mencari kenyamanan atau kekayaan pribadi. Pernyataannya mencerminkan semangat dasar demokrasi: bahwa wakil rakyat seharusnya hidup berdampingan dengan rakyat, bukan di atas mereka.

Memang benar, pemotongan tunjangan bukan solusi tunggal atas permasalahan tata kelola keuangan negara. Namun langkah simbolik seperti ini memiliki daya pukau moral yang besar. Ketika wakil rakyat bersedia hidup dengan standar yang lebih sederhana, mereka mengirimkan pesan kuat bahwa empati bukan sekadar kata-kata, melainkan juga tindakan nyata.

Tentu, usulan ini akan menimbulkan perdebatan. Tidak semua anggota dewan akan setuju. Akan ada yang bersembunyi di balik argumen soal beban kerja, tanggung jawab politik, dan kebutuhan hidup. Namun satu hal yang tidak bisa dibantah: kepercayaan publik terhadap lembaga legislatif saat ini berada pada titik yang rapuh. Dan hanya dengan langkah-langkah konkret dan pengorbanan nyata, kepercayaan itu bisa dipulihkan.

Kita berharap sikap Ketua DPRD Buru ini tidak berhenti sebagai pernyataan individual semata. Semoga menjadi titik awal untuk mendorong reformasi tunjangan legislatif yang lebih adil, transparan, dan berbasis kinerja. Karena pada akhirnya, jabatan publik bukan tentang berapa banyak yang bisa dinikmati, tetapi seberapa besar yang bisa dikorbankan demi kepentingan bersama.

Kaperwil Maluku (SP)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *