Oleh: M. Taib Warhangan, SH.MH.
Dalam Rangka Merawat Konstitusi dan Demokrasi. Berpendapat adalah hak Konstitusional warga negara, tak ada yang bisa menyangkal itu.
Tetapi pertanyaan yang patut diajukan: untuk apa sebenarnya segelintir orang berteriak-teriak di jalan hanya karena seorang anggota dewan bernama Bella Sofhie?
Apakah mereka ingin jadi pahlawan? Kalau iya, pahlawan buat siapa? Untuk rakyat kecil yang katanya mereka bela, atau sekadar untuk memuaskan rasa usil terhadap urusan internal partai politik?
Sungguh ironis ketika suara lantang para pendemo hanya diarahkan pada satu hal: “Bella Sofhie jarang masuk kantor.” Ya, itu memang bisa jadi bahan kritik. Tapi bukankah lebih adil kalau timbangan dipakai seimbang? Jangan hanya melihat absensi, tetapi juga menakar sumbangsihnya.
Ada fakta yang sering dilupakan: Bella Sofhie, meski dengan segala kekurangannya, justru kerap hadir membantu orang kecil—mereka yang datang mengetuk pintu meminta tolong, mereka yang tak pernah disorot kamera, mereka yang hanya butuh uluran tangan, bukan janji kosong.
Maka, pantas untuk bertanya: untung apa sebenarnya para pendemo ini? Kalau sekadar kepo dengan urusan partai, jelas mereka salah alamat.
Kursi di DPRD bukanlah milik segelintir pendemo, tetapi hasil mandat rakyat dalam Pemilu.
Dan urusan disiplin anggota dewan adalah mekanisme internal partai sesuai ketentuan Undang-undang, bukan bahan tontonan di jalanan.
Editorial ini tidak dimaksudkan untuk membela buta siapa pun. Kritik sah-sah saja, protes boleh-boleh saja.
Tapi mari kita jujur: jangan sampai “demo” hanya jadi panggung pencitraan, sementara rakyat kecil yang katanya dibela tidak pernah merasakan hasilnya.
Sebab pada akhirnya, pertanyaan sederhana ini layak direnungkan: lebih mulia mana, mereka yang jarang duduk di kantor tapi nyata membantu orang kecil, atau mereka yang ramai-ramai turun ke jalan demi kepentingan yang bahkan rakyat sendiri tak pernah mengerti?
Kaperwil Maluku (SP)