Djufri Rumalesin: Cahaya dari Timur, Pelopor Pendidikan dari Kelimury

Oleh: Muz Latuconsina

Di ujung timur Pulau Seram, Kabupaten SBT, Provinsi Maluku, di sebuah titik kecil pada peta yang nyaris luput dari pandangan mata negara, berdirilah sebuah kampung bernama Kelimury.

Nun jauh di sana, berhadapan langsung dengan luas dan dalamnya Laut Banda, hidup seorang pria yang menolak menyerah pada sunyi, yang menolak membiarkan kampung halamannya terus tenggelam dalam gelap keterpencilannya.

Namanya Djufri Rumalesin, S.Sos. seorang anak kampung yang memahat sejarah dengan keyakinan dan kerja senyapnya.

“Kalau Anda lihat di ujung kanan bawah di peta Pulau Seram, di situlah Kelimury,” katanya suatu malam, Sabtu 6 September 2025.

Nada suaranya bukan sekadar menunjukkan letak geografis, tetapi sebuah penanda luka lama: betapa selama puluhan tahun, tempat itu seolah bukan bagian dari mimpi besar republik ini.

Namun tahun ini, cahaya mulai merekah di Afang, sebuah desa kecil di Kelimury. Berkat perjuangan tanpa pamrih, tanah yang dulu hanya dipijak dengan harapan, kini akan ditinggikan martabatnya dengan hadirnya sebuah bangunan megah: SMA Negeri 16 Kabupaten Seram Bagian Timur.

Tak tanggung-tanggung, Rp 6,7 miliar digelontorkan dari pusat melalui program Unit Sekolah Baru (USB) Kementerian Pendidikan Nasional.

Revitalisasi 15 ruang belajar, yang kelak tak hanya akan menjadi bangunan fisik, tetapi monumen harapan baru.

Sekolah ini memang baru berdiri pada 2022. Namun dalam tiga tahun, dari sekadar wacana menjadi nyata.

Dari angka 80 siswa, ia mulai mengakar. Dan semua itu tidak akan pernah terjadi jika bukan karena Djufri Rumalesin pria 54 tahun yang lahir dan besar di tanah itu, yang memelihara luka demi luka kampungnya dan menjadikannya bahan bakar perjuangan.

Ia tidak datang dengan gelar-gelar akademik bertumpuk, tidak pula membawa pengaruh dari pusat kekuasaan.

Ia datang sebagai anak kampung. Tapi justru dari sanalah kekuatannya memancar. Karena yang mengerti luka, ialah mereka yang pernah berdarah.

Bagaimana mungkin bangsa sebesar ini membiarkan sebagian anaknya berenang menyeberangi sungai hanya demi menuntut ilmu?

Bagaimana mungkin 80 tahun setelah merdeka, masih ada anak-anak yang tak bisa bersekolah hanya karena tak ada jalan, tak ada jembatan, tak ada perahu?

“Mereka itu harus berenang, atau naik rakit menyusuri sungai untuk bisa tiba di sekolah,” ucap Djufri, matanya tajam menahan getir.

Ia bukan sekadar menceritakan, ia menghidupkan kembali luka-luka kolektif kita: bahwa pendidikan yang seharusnya menjadi hak masih menjadi perjuangan berdarah-darah bagi sebagian anak negeri.

Siswa SMA Negeri 16 SBT hanya berasal dari satu SMP: SMP PGRI. Tak ada satu pun dari desa tetangga.

Bukan karena tidak ingin sekolah, tetapi karena sekolah terasa begitu jauh bukan hanya secara geografis, tapi secara nasib.

Untuk menempuh SMA di luar Kelimury, para siswa harus naik motor laut atau speedboat ke Pulau Geser selama dua setengah jam.

Itu pun belum selesai: dari Geser mereka mesti menyeberang lagi ke Air Nanang, Kecamatan Lian Fitu. Setiap perjalanan adalah tantangan hidup dan mati.

Namun hari ini, sebuah tongkang tengah menurunkan material bangunan di Afang. Simbol bahwa sesuatu yang besar sedang tumbuh. Jika tiada aral melintang, Desember 2025 sekolah itu akan berdiri megah.

Dan Januari 2026, anak-anak Kelimury akan menyambut pagi mereka di dalam kelas berdinding tembok, bukan hanya di bawah langit terbuka dan harapan yang menggantung.

Djufri Rumalesin bukan hanya pelopor pendidikan. Ia adalah jembatan antara mimpi dan kenyataan.

Ia adalah suara dari hening yang selama ini terabaikan. Ia membuktikan bahwa dari ujung timur pun, api semangat bisa menyala tinggi.

Di pundaknya, tak hanya beban sebuah sekolah, tetapi beban martabat sebuah negeri yang terlalu lama lupa pada anak-anak di pinggir-pinggir peta.

Djufri Rumalesin bukan sekadar nama. Ia adalah perlawanan terhadap takdir yang ingin membiarkan kampungnya tetap gelap. Dan dari Afang, cahaya itu kini menyala.

Kaperwil Maluku (SP)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *