Editorial, Senin, 25 November 2025
Ketegangan fiskal yang saat ini melilit sebelas kabupaten, dua kota, dan Pemerintah Provinsi Maluku bukanlah persoalan tunggal, melainkan rangkaian kebijakan pusat yang menimbulkan efek domino di daerah.
Mulai dari implementasi Inpres Nomor 1 hingga 3 Tahun 2025, pemotongan DAU, hingga nihilnya anggaran fisik yang selama ini menjadi tulang punggung pembiayaan pembangunan kawasan timur, termasuk Maluku.
Ketika dana-dana tersebut direlaksasi dengan dalih efisiensi, maka daerah seperti Maluku langsung merasakan hantaman paling keras.
Melihat kondisi ini, sejumlah kepala daerah mulai mengambil kebijakan fiskal alternatif. Bupati Buru, misalnya, merumuskan pendekatan Terencana Berdasar Tertanggungjawab dengan menekankan optimalisasi pajak daerah, retribusi, serta peningkatan dana transfer.
Namun langkah yang kini menjadi perhatian luas adalah kebijakan fiskal Gubernur Maluku Hendrik Lewerissa, yang mengajukan skema pinjaman daerah sebagai alternatif pembiayaan.
Di sinilah pandangan praktisi hukum dan pemerhati kebijakan publik, Rival Kao, menjadi penting untuk dicatat.
Menurut Rival Kao, langkah Gubernur Lewerissa mengajukan pinjaman baik melalui PT SMI maupun langsung melalui mekanisme pinjaman negaramerupakan kebijakan yang sepenuhnya legal, terukur, dan berbasis regulasi yang kuat.
Dua payung hukum utama yang menopang kebijakan tersebut adalah:
1. PP No. 56 Tahun 2018 tentang Pinjaman Daerah
2. PP No. 38 Tahun 2025—regulasi terbaru yang memperluas akses pembiayaan bagi Pemda dan BUMD melalui mekanisme keuangan negara.
Secara filosofis, menurut Rifal Kao, kehadiran PP 38/2025 merupakan bentuk nyata bahwa negara di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto ingin mempermudah akses keuangan bagi daerah.
Dengan demikian, pemda dan BUMD dapat mengakses sumber pendanaan negara secara langsung, cepat, dan relatif murah.
Kebijakan ini pun sejalan dengan tujuan strategis regulasi tersebut:
pertama, mendukung pembiayaan program strategis nasional yang didelegasikan ke daerah; dan kedua, mendorong pembangunan daerah melalui inisiatif Pemda sendiri.
Penyaluran Harus Berkeadilan – Prioritas Maluku Harus Menyentuh Wilayah Tertinggal
Rival Kao menegaskan bahwa aspek terpenting dari mekanisme pinjaman bukan hanya legalitasnya, tapi keadilan distributif dalam penyalurannya.
Artinya, dana harus diarahkan pada wilayah-wilayah yang selama ini terpinggirkan, seperti:
-pembangunan ruas Batabual, Waeapo, dan Bara–Biloro di Kabupaten Buru,
-perbaikan jalan lingkar Huamual, Seram Utara, Seram Tenggara, Kei, dan kawasan tertinggal lainnya.
Baginya, selama pinjaman tersebut dikelola secara bertanggung jawab dan diarahkan tepat sasaran, maka itu adalah kebijakan yang benar—bahkan keharusan—ditengah tekanan fiskal saat ini.
Pinjaman sebagai Instrumen Menutup Defisit dan Mendorong Pertumbuhan
Editorial ini sependapat bahwa pinjaman daerah bukanlah ancaman, melainkan alat untuk menutup defisit, menambal kekurangan kas belanja modal, dan memastikan proyek-proyek pembangunan tidak terhenti.
Selama ini, Maluku menanggung beban pembayaran utang lebih dari Rp100 miliar per tahun, sehingga tanpa instrumen pembiayaan baru, ruang fiskalnya akan semakin menyempit.
Rival Kao menilai langkah Gubernur Hendrik Lewerissa tepat karena pinjaman tersebut merupakan alternatif pendanaan strategis, bukan sekadar pilihan darurat.
Bahkan, ia menegaskan bahwa kebijakan fiskal seperti ini dapat memperkuat posisi Maluku sebagai penerima manfaat pembangunan nasional, bukan sekadar objek pemangkasan anggaran.
Pesan terakhir yang ditegaskan Rifal Kao dan menjadi perhatian editorial ini adalah harapan agar Pemerintah Pusat tidak lagi melakukan pemangkasan dana transfer.
Sebab, daerah seperti Maluku bukan hanya membutuhkan perhatian, tetapi juga akses keuangan yang memadai untuk mengejar ketertinggalan.
Karena itu, kebijakan Gubernur Hendrik Lewerissa harus dipandang sebagai langkah progresif, bukan kontroversial.
Ia membuka ruang pembiayaan baru, memperluas kapasitas fiskal daerah, dan pada akhirnya membawa Maluku lebih dekat menuju pemerataan pembangunan yang selama ini hanya menjadi wacana.
Kaperwil Maluku (SP)







