FOKUSPOST.COM | BANDA ACEH – Kelompok Kerja (Pokja) V organisasi Masyarakat Sipil Aceh terdiri dari Katahati Institute, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh, Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Flower Aceh, dan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Aceh, menemui Wakil Ketua III Dewan Perwakilan Aceh (DPRA), Safaruddin, menyampaikan catatan kritis terkait evaluasi satu tahun kinerja Pj Gubernur Aceh, Achmad Marzuki.
Mereka menilai setahun kepemimpinan Pj Gubernur Aceh, belum menunjukkan kinerja yang setara dengan apresiasi dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri) sebagai Pj Gubernur terbaik di Indonesia pada masa kepemimpinan enam bulan pertama.
Padahal, dalam implementasi kebijakan Pj Gubernur Aceh sama sekali belum menyentuh perbaikan secara signifikan dalam kebijakan tata kelola lingkungan hidup dan Sumber Daya Alam (SDA), perbaikan tata kelola birokrasi dan pemerintahan, kebijakan sektor agraria, pemberdayaan perempuan perlindungan dan perlindungan anak, pengentasan kemiskinan dan pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM), serta pemenuhan hak korban pelanggaran HAM masa lalu.
Menurut Pokja V Masyarakat Sipil Aceh, sejumlah catatan kritis selama satu tahun kepemimpinan Pj Gubernur Aceh ialah gagal dalam membangun perbaikan kebijakan tata kelola lingkungan hidup dan SDA, gagal memperbaiki tata kelola birokrasi dan pemerintahan, gagal memperbaiki kebijakan sektor agraria, gagal membangun skema pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, gagal pemenuhan hak korban pelanggaran HAM masa lalu, serta gagal dalam pengentasan kemiskinan dan penguatan sumber daya manusia.
“Kami berharap ke depannya memiliki orang-orang yang paham terhadap konteks dan problem sebagaimana yang kita temukan dalam catatan kritis tersebut,” lanjut Direktur YLBH-I LBH Banda Aceh, Syahrul.
Berdasarkan evaluasi tersebut, Pokja V Masyarakat Sipil Aceh mengutarakan rekomendasi bahwa meminta kepada Presiden Republik Indonesia untuk tidak memperpanjang masa jabatan Achmad Marzuki sebagai Pj Gubernur Aceh.
Kemudian, meminta kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk memberi jaminan kepada masyarakat Aceh bahwa Pj Gubernur yang akan ditempatkan di Aceh dapat membangun tata kelola pemerintahan yang baik dan mampu menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang selama ini belum terselesaikan.
Selanjutnya, meminta kepada DPRA untuk tidak mengajukan atau mengusulkan kembali Achmad Marzuki sebagai Pj Gubernur Aceh, serta mempertimbangkan catatan kritis ini dalam pengusulan calon Pj Gubernur Aceh ke depannya. Juga meminta kepada Forbes Anggota DPR RI dan DPD RI asal Aceh untuk mengawal pengusulan Pj Gubernur Aceh yang akan datang dan memastikan calon Pj Gubernur yang benar-benar paham tentang permasalahan sedang terjadi di Aceh.
“Kami berharap DPRA konsisten untuk memperjuangkan ini. Tidak hanya mengeluarkan usulan, tapi bagaimana melakukan langkah-langkah politik sampai ke Pemerintah Pusat sehingga ini bisa berhasil,” kata Koordinator MaTA, Alfian.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRA, Safaruddin, menyampaikan bahwa hari ini DPRA didatangi oleh Pokja V dari beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang terhimpun di dalamnya untuk melihat dinamika yang ada terhadap catatan kritis Pj Gubernur Aceh yang menjelang satu tahun, karena pada 5 Juli 2023 berakhirnya Surat Keputusan (SK) seorang Achmad Marzuki, sebagai Pj Gubernur Aceh.
Kata Safaruddin, dari catatan yang disampaikan ada sejumlah isu yang mungkin menjadi rekomendasi DPRA yang telah diputuskan oleh sembilan fraksi sudah mengalir sama.
“Semua sepakat sama bahwa hasil yang diinginkan oleh Pokja V adalah agar DPRA tidak merekomendasi usulan nama Achmad Marzuki untuk diperpanjang sebagai Pj Gubernur Aceh. Itu yang menjadi catatan yang hampir sama dengan keputusan banmus yang didukung oleh fraksi di DPRA,” sambungnya.
Lebih lanjut, kata Safaruddin, menyampaikan selain catatan kritis itu juga terkait berkurangnya dana otonomi khusus (otsus) dari 2 persen menjadi 1 persen Dana Alokasi Umum (DAU) Nasional. Sebelumnya, hal ini semestinya mencari solusi dan komitmen bersama Pj Gubernur Aceh yang diharapkan dari pusat diberikan langsung oleh Presiden RI kepada Aceh.
“Namun, dengan tantangan yang ada kita belum mampu menjawab persoalan itu bagaimana untuk skema menyiasati kekurangan dari pendapatan itu sendiri yang 1 persen,” lanjut Safaruddin.
Adapun, pihaknya akan menhimpun catatan kritis yang menjadi rekomendasi dan memberikan ruang kepada publik untuk menilai. Di sisi lain, pihaknya juga sedang memperjuangkan apa yang menjadi upaya DPRA untuk kelanjutan Pj Gubernur Aceh mendatang yang diharapkan bukan lagi Achmad Marzuki.
Jika suara DPRA tidak digubris oleh pemerintah pusat, menurutnya, nantinya suara tersebut akan dipertimbangkan oleh Pemerintah Pusat. Apalagi, suara DPRA merupakan representasi dari seluruh rakyat Aceh. Sehingga pemerintah pusat pasti mempertimbangkan terhadap usulan tersebut.
“Tentu pemerintah pusat juga harus berkomunikasi dulu dengan DPRA yang menjadi kearifan dan kekhususan yang kita miliki sesuai dengan regulasi UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh,” pungkasnya.
(Kaperwil Aceh – FokusPost.com : Said Yan Rizal/Team)