Firman Tuhan dan Sopi: Saat Pesan Moral Wagub Maluku Disalahartikan

Pernyataan Wakil Gubernur Maluku, Abdullah Vanath, baru-baru ini menuai polemik. Dalam satu kesempatan, Vanath menyebut bahwa minuman keras tradisional sopi bisa membuat seseorang tidak takut lagi kepada firman Tuhan atau agamanya sendiri.

 

Bacaan Lainnya

Dengan kata lain firman Tuhan sudah tidak lagi mereka dengar dan takut. Ucapan ini langsung menjadi sasaran kritik dan dianggap sebagai bentuk pelecehan terhadap nilai-nilai agama. Bahkan sebagian pihak menuduh Vanath sombong dan keterlaluan. Namun, apakah benar ucapan itu dimaksudkan untuk merendahkan firman Tuhan?

Sayangnya, banyak yang terburu-buru menilai tanpa mencermati konteks yang lebih luas dari pernyataan tersebut. Abdullah Vanath bukan sosok sembarangan. Ia memiliki latar belakang pendidikan agama yang kuat dan pernah menempuh pendidikan Islam formal sejak usia muda. Justru karena itu, kritiknya terhadap sopi harus dibaca sebagai seruan moral, bukan pelecehan terhadap keyakinan.

Dalam konteks pernyataan itu, Vanath sedang menyampaikan keresahannya terhadap dampak sosial dan moral dari konsumsi sopi yang tak terkendali di tengah masyarakat. Sopi telah menjadi biang keladi banyak masalah: kekerasan rumah tangga, konflik antarwarga, kecelakaan, bahkan tindak kriminal yang mengorbankan nyawa. Lebih dari itu, sopi telah melumpuhkan rasa takut dan malu, bahkan terhadap Tuhan sekalipun. Dan itulah inti dari ucapan Vanath—bukan menyindir Tuhan, tetapi menyindir keras manusia yang sudah terlalu dikuasai oleh miras.

Bahwa kemudian ada pihak-pihak yang mencoba menggiring opini seolah-olah Vanath sedang meremehkan agama, justru menunjukkan betapa rendahnya niat membaca pesan moral dari seorang pejabat publik. Kita harus bisa membedakan antara kritik sosial dan serangan terhadap keyakinan. Sayangnya, sebagian kelompok lebih suka mengambil kutipan sepotong-potong, lalu menghakimi dengan kacamata sempit.

Ini bukan pertama kali Abdullah Vanath mendapat serangan. Dalam banyak kesempatan, dia justru menjadi tokoh yang berani bicara lantang soal penyakit sosial, termasuk miras, judi, dan kekerasan. Ia tidak sedang cari muka, tidak sedang sombong. Ia hanya sedang jujur terhadap kenyataan pahit di tanah Maluku.

Sudah saatnya kita lebih bijak dalam menilai, dan tidak menuduh sembarang orang melecehkan agama hanya karena satu potong ucapan yang diangkat keluar dari konteks. Justru masyarakat Maluku perlu berterima kasih, karena ada pemimpin yang masih mau bicara soal kebenaran, walau risikonya diserang dari berbagai arah.

Kita memang butuh pemimpin yang bukan hanya pandai berkata manis, tetapi juga berani menyampaikan hal pahit yang sedang merusak negeri ini. Abdullah Vanath telah menunjukkan itu. Dan ia pantas didengar—bukan dijatuhkan karena salah paham yang dibesar-besarkan.

Kaperwil Maluku (SP)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *