Ambon-Gubernur Maluku, Hendrik Lewerissa, menyampaikan keprihatinan dan penyesalan mendalam atas peristiwa pembunuhan La Haji, warga Waiheru yang terjadi di jalur E, Wamsait, Desa Dava, Kecamatan Wailata,
Kabupaten Buru, pada Senin lalu. Kejadian itu menjadi bagian dari rangkaian tragedi di kawasan tambang emas ilegal Gunung Botak yang selama ini menelan banyak korban, baik karena konflik antarpenambang, longsor, hingga keracunan bahan kimia berbahaya seperti sianida dan merkuri.
“Ini bukan sekadar soal tambang ilegal, tapi soal nyawa manusia. Sudah terlalu banyak korban berjatuhan di Gunung Botak, baik karena kekerasan maupun kondisi kerja yang tak aman,” ujar Gubernur Hendrik saat diwawancarai di ruang kerjanya, Rabu (16/7).
Ia menegaskan, sebagai kepala pemerintahan provinsi, dirinya memiliki tanggung jawab moral dan konstitusional untuk menjamin keamanan bagi seluruh masyarakat Maluku. “Buru adalah bagian tidak terpisahkan dari Maluku. Masyarakat di sana berhak atas perlindungan hukum dan rasa aman. Negara tidak boleh kalah oleh kekacauan,” tegasnya.
Menanggapi situasi yang semakin tidak terkendali di Gunung Botak, Gubernur meminta aparat penegak hukum — baik kepolisian, TNI, maupun instansi lainnya — untuk bertindak tegas dan profesional. “Saya minta agar seluruh pelanggaran hukum diproses tanpa pandang bulu. Siapa pun yang terlibat dalam pembunuhan, perusakan lingkungan, atau eksploitasi ilegal harus diadili sesuai hukum yang berlaku,” tegasnya.
Gubernur juga mengingatkan bahwa persoalan Gunung Botak tidak bisa dibiarkan berlarut-larut. “Kalau ini dibiarkan, kita sedang mewariskan kehancuran kepada generasi berikutnya, baik dari sisi lingkungan maupun sosial,” ujar Lewerissa.
Pemerintah Provinsi Maluku, kata Gubernur, dalam waktu dekat akan berkoordinasi dengan instansi terkait untuk segera mengambil langkah konkret, termasuk rencana penertiban dan penutupan total aktivitas ilegal di Gunung Botak.
Kaperwil Maluku (SP)