Hendrik Lewerissa dan Sekolah Rakyat: Menyalakan Lilin di Tengah Gelapnya Ketimpangan

Di tengah luasnya samudra ketimpangan pendidikan yang masih membentang dari kota sampai ke desa-desa terpencil, satu cahaya kecil mulai menyala dari Timur Indonesia. Ia datang dari Maluku, lewat langkah Gubernur Hendrik Lewerissa yang menandatangani nota kesepahaman dengan Kementerian Sosial RI untuk menghadirkan Sekolah Rakyat di Bumi Raja-Raja.

Langkah ini bukan sekadar seremonial birokrasi. Ia adalah sebuah gugatan diam terhadap kenyataan bahwa masih banyak anak-anak Maluku yang tumbuh tanpa akses pendidikan layak, hanya karena mereka lahir dari keluarga yang miskin, di pelosok yang jauh dari jangkauan pembangunan. Hendrik Lewerissa memilih untuk tidak tinggal diam. Ia membawa suara anak-anak kecil yang tak terdengar ke meja-meja kekuasaan di Jakarta.

Bacaan Lainnya

Gubernur Maluku mengutip dengan tepat semangat Presiden Prabowo Subianto dalam gagasan Sekolah Rakyat: “Negara tidak harus mewariskan harta, tetapi negara wajib mewariskan ilmu pengetahuan kepada rakyatnya.” Ini adalah pernyataan kuat yang mengingatkan kita bahwa keadilan sosial tidak cukup hanya dengan bantuan sembako atau subsidi. Keadilan sejati hanya bisa tumbuh jika setiap anak punya hak yang sama untuk bermimpi — dan pendidikan adalah kunci utama itu.

Sekolah Rakyat adalah bentuk konkret kehadiran negara. Di wilayah seperti Maluku, yang terdiri dari ribuan pulau dengan tantangan geografis luar biasa, pendidikan sering kali menjadi kemewahan. Di sinilah kepekaan seorang pemimpin daerah diuji. Hendrik Lewerissa tidak menunggu anggaran turun atau janji pusat terealisasi. Ia bertindak cepat, bahkan dari bandara ia langsung menuju Kemensos, menunjukkan bahwa masa depan anak-anak Maluku tak bisa menunggu.

Editorial ini bukan untuk memuji personalitas. Tetapi ketika ada pemimpin yang berani menyalakan lilin kecil di tengah gelapnya ketimpangan, maka kita punya kewajiban untuk menjaganya tetap menyala — sampai terang itu menyebar ke seluruh negeri.

Langkah ini masih awal. Sekolah Rakyat belum tentu menyelesaikan semua persoalan pendidikan di Maluku. Tapi setidaknya, ini adalah sinyal bahwa harapan belum padam. Hendrik Lewerissa telah memulai. Sekarang, giliran kita semua: mendukung, mengawasi, dan menjaga agar lilin kecil ini tidak padam tertiup angin politik dan birokrasi.

Kaperwil Maluku (SP)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *