Oleh: Sulaiman Papalia, Jurnalis Fokuspost.com
Tambang emas ilegal di Gunung Botak, Kabupaten Buru, bukan sekadar persoalan ekonomi atau investasi. Seperti ditegaskan oleh Kepala Persekutuan Hukum Adat Regentschap Kayeli, Ibrahim Wael, praktik tambang ini telah menggerus tatanan adat dan memecah persatuan masyarakat hukum adat Kayeli.
Tidak hanya melibatkan pengusaha asing, oknum pejabat dari tingkat kabupaten hingga provinsi diduga turut bermain, menggunakan politik adu domba yang kini mirip cara-cara kolonial lama, untuk memperkuat kepentingan pribadi di atas kepentingan masyarakat.
Dampaknya terlihat jelas: muncul kelompok-kelompok dengan “raja-raja tersendiri” yang menyingkirkan pusat administrasi adat di ibu kota Regentschap Kaiely.
Yang lebih memprihatinkan, proses perizinan tambang justru diurus melalui jalur administratif yang tidak semestinya, sementara kepala waris dan pemimpin adat resmi tidak pernah memberikan persetujuan.
Kondisi ini membuka celah bagi pihak tidak bertanggung jawab untuk mengeksploitasi wilayah adat, mengadu domba keluarga, dan merusak struktur sosial yang telah dibangun turun-temurun.
Pemerintah daerah, mulai dari Bupati hingga Gubernur Maluku, harus segera bertindak tegas. Tidak ada ruang bagi cukong-cukong tambang nakal dan pejabat oportunis yang mengutamakan keuntungan pribadi di atas kepentingan rakyat dan kelestarian adat.
Jika dibiarkan, bukan hanya tatanan adat yang hancur, tetapi persatuan masyarakat hukum adat Kaiely juga terancam luluh lantak.
Investor yang tulus pun menjadi korban dari situasi ini. Janji-janji manis pengusaha nakal dan oknum bermasalah menyesatkan banyak pihak, sehingga potensi konflik sosial semakin besar.
Ini bukan hanya soal emas di Gunung Botak, tapi soal keberanian kita menjaga integritas, hukum adat, dan persatuan masyarakat.
Hanya dengan langkah tegas pemerintah dan kesadaran kolektif masyarakat, permainan politik pecah belah dapat dihentikan. Jangan biarkan Warisan Adat Kayeli dirampas oleh kepentingan segelintir orang.
Kaperwil Maluku (SP)