Demokrasi dan unjuk rasa rakyat yang berlangsung secara spontan pada 22 – 24 Agustus 2024 bangkit melintasi menghadang rencana Badan Legislasi (Baleg) DPR RI untuk menganjal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menetapkan bahwa batasan umur untuk menjadi calon kepala daerah dan wakil kepala daerah dalam Pilkada 2024 adalah minimal berusia 30 tahun saat mendaftar yang hendak diubah oleh Baleg menjadi berusia 30 saat pelantikan, jelas berniat busuk yang ingin memenuhi pesanan penguasa yang susah sama niat buruknya untuk mengangkangi demokrasi yang mwngacak-acak konstitusi Indonesia.
Niat jahat serupa itu, menurut banyak orang yang sekonyong-konyong muncul upaya untuk menghadangnya bersama seluruh kekuatan rakyat, mahasiswa, kauh buruh, kalangan tokoh agama dan kaum intelektual adalah kekuatan yang digerakkan oleh langit serta bumi yang juga telah marah pada kesemana-nenaan elit politik kita yang sudah ikut tertular mabuk kekuasaan. Karena itu pada saatnya kelak alam akan memberi hukuman dan ganjaran kepada mereka yang berkhianat pada bangsa dan kepada negara Indonesia, karena telah mencabik-cabik tatanan kesepakatan konstitusi yang telah dibangun dengan susah payah dengan segenap pengorbanan untuk kemerdekaan, keadilan, kesejahteraan hingga untuk mencerdaskan kehidupan bangsa seperti termaktub dalam UUD 1945 dan Pancasila.
Karena itu, terpiuhnya tugas dan fungsi BPIP (Badan Pembina Ideologi Pancasila) pun harus dibubarkan, atau setidaknya harus ditata ulang agar tidak ikut menjadi bagian dari alat penguasa melanggengkan ambisi monopoli dinasti politik maupun dinasti kekuasaannya di negara republik ini. Dan peralihan kekuasaan dari Presiden yang lama kepada Presiden terpilih Prabowo Subianto pada 20 Oktober 2024, ditengerai oleh sejumlah pengamat akan mengalami hambatan akibat hasrat untuk tetap cawe-cawe guna memperoleh bagian kekuasaan sambil mempersiapkan juga membangun kembali Dewan Pertimbangan Agung untuk menjadi tempat bertengger yang baru guna melangsungkan kekuasaan yang terselubung, agar dapat melindungi diri dari kejaran hukum maupun amuk masyarakat yang sudah mencapai ubun-ubun seperti gunung merapi yang akan meledak.
Pesta demokrasi Pilkada di seluruh Indonesia yang akan segera berlangsung pun, semakin terasa telah dijadikan lahan kaplingan seperti tanah rakyat dan tanah ulayat yang disita dengan cara semena-mena. Kalau pun ada yang terpaksa harus dibayar, itu pun nilainya tidak seberapa, seperti untuk menggenapi rasa belas kasihan belaka. Jadi atas dasar keprihatinan seabrek masalah seperti itulah, kecemasan Forum Negarawan dan Forum Lintas Agama serta Forum Kebangsaan yang dimotori oleh GMRI (Gerakan Moral Rekonsiliasi Indonesia) yang dibesut Sri Eko Sriyanto Galgendu bersama sejumlah tokoh dan kaum intelektual serta pemuka agama merasa prihatin dan terus bekerja keras untuk menemukan jalan terbaik guna menyelamatkan negara bersama bangsa Indonesia dari kondisi serta situasi yang semakin terasa mengkhawatirkan.
Berbagai upaya dan jalan terbaik untuk menyelamatkan bangsa dan negara dari ancaman kehancuran menyeluruh pada semua sendiri kehidupan — utamanya politik yang semakin jorok dan kotor, ekonomi yang terus terpuruk yang sudah mulai menyentuh basis pertahanan terakhir rakyat kecil, sosial dan budaya serta pendidikan yang tidak karu-karuan hingga sikap dan sifat dari independensi masyarakat kampus pun dikebiri dan dimunculkan — sungguh sulit untuk menerawang Indonesia Emas yang dijanjikan hingga seabad usia (2045) kemerdekaan yang dijanjikan konstitusi kita, sangat mungkin hanya akan tetap menjadi khayalan belaka.
Kesalahan umum inilah yang mulai mengendap dalam setiap hati saudari seluruh warga bangsa Indonesia yang mendambakan kejayaan negeri ini harus lewat jalan berliku yang terpaksa — dan dipaksa — harus ditempuh dengan cara yang pahit dan getir, membuat hati dan nalar sehat jadi terus menahan rasa kecemasan.
Banten, 30 Agustus 2024