Oleh: Muhamad Daniel Rigan
Delapan puluh tahun telah berlalu sejak Indonesia merdeka. Kemerdekaan bukan sekadar tanggal di kalender.
ia adalah mahkota bangsa buah dari perjuangan yang dipahat dengan darah, keringat, dan air mata para pahlawan.
Ia lahir dari tekad yang teguh, doa yang tulus, dan keberanian yang tak gentar menghadapi maut.
Sejarah mengajarkan satu hal: kemerdekaan bukan hadiah, melainkan hasil kerja keras dan pengorbanan luar biasa.
Di tanah Buru, negeri para pejuang, kemerdekaan memiliki makna yang sangat dalam.
Laut biru, gunung hijau, dan tanah subur menjadi saksi bahwa persatuan adalah kekuatan sejati.
Di tengah keberagaman suku, bahasa, dan budaya, Buru menunjukkan bahwa perbedaan bukan penghalang, melainkan memperkaya anyaman kebangsaan.
Persaudaraan dan semangat gotong-royong menjadi fondasi yang memperkokoh bangsa ini, sebagaimana helai anyaman tikar kuat karena saling terkait.
Kemerdekaan sejati tidak berhenti pada seremoni dan simbol, melainkan tercermin dalam tindakan nyata:
pengabdian kepada sesama, semangat membangun daerah, dan kesetiaan menjaga persatuan.
Ini adalah tanggung jawab kita bersama untuk memastikan cahaya kemerdekaan tetap menyala, tidak padam di tengah tantangan zaman.
Kita wajib menjaga kemerdekaan seperti lentera di malam gelap—agar terus menerangi jalan generasi kini dan mendatang.
Sebab kemerdekaan bukan hanya sejarah yang lalu, tetapi mutiara abadi yang menuntut setiap warga negara menjadikannya sinar harapan bagi seluruh anak negeri.
Dalam refleksi ini, setiap warga Buru dan Indonesia diingatkan: kemerdekaan adalah hak dan amanah. Kita harus menjaganya dengan cinta, kerja nyata, dan keberanian.
Lebih dari itu, kemerdekaan sejati adalah gambaran manusia yang sadar. Jajahan terbesar seringkali ada dalam diri kita sendiri: ego, ambisi, keserakahan, kerakusan, dan kebodohan.
Jika kita tidak merdeka atas diri sendiri, maka obor kebebasan sulit dibawa, bahkan jajahan itu akan bermanifestasi dalam kehidupan nyata menghantui tindakan, memicu kegaduhan dalam jiwa, dan berdampak merugikan rakyat serta kehidupan sosial.
Pemimpin yang benar-benar merdeka adalah mereka yang mampu memberi kemerdekaan bagi rakyat secara adil dan profesional.
Maka, setiap hari kemerdekaan harus menjadi hari evaluasi: apakah kita sendiri telah merdeka dari jajahan batin, ataukah kita masih menjadi manusia yang terbelenggu? Hanya dengan kemerdekaan diri yang sejati, obor kebebasan dapat kita wariskan dan cahaya kemerdekaan tetap abadi.
Kaperwil Maluku (SP)