Oleh: Onyong Wael, Imam Adat Petuanan Kaiely
Gunung Botak kembali menjadi panggung kisah yang tak hanya menyorot emas yang tersembunyi di perutnya, tetapi juga ambisi yang tiba-tiba muncul ke permukaan.
Di tengah hiruk pikuk aktivitas pertambangan ilegal dan sengkarut lingkungan yang semakin rusak, muncul sekelompok orang yang mengklaim dirinya sebagai pemilik sah Gunung Botak.
Yang mengejutkan, mereka bukan garis turunan raja, melainkan hulubalang raja, yang dahulu hanya menjalankan perintah, bukan mewarisi hak.
Klaim ini bukan sekadar soal status, tapi membuka kembali pertanyaan mendasar: Siapa sebenarnya pemilik Gunung Botak?
Apakah sejarah bisa diubah hanya karena kilau emas mulai tampak? Apakah darah kebangsawanan bisa diklaim ulang demi kepentingan tambang?
Rakyat masih menyimpan ingatan. Mereka tahu siapa yang duduk di kursi raja, siapa yang berdiri di garis belakang sebagai hulubalang, dan siapa yang kini mencoba memutar kembali kisah dengan narasi baru bermodal silsilah yang samar, ditambah hasrat atas kekayaan alam.
Pernyataan klaim tersebut, yang tiba-tiba muncul di tengah kemelut legalitas dan konflik pengelolaan tambang, jelas berisiko memecah belah masyarakat adat, menyesatkan opini publik, dan melemahkan upaya pemerintah dalam menertibkan kawasan Gunung Botak.
klaim semacam ini bisa memperkeruh suasana dan memicu konflik baru di antara anak negeri.
Gunung Botak bukan hanya sumber emas. Ia adalah bagian dari warisan budaya dan lingkungan yang harus dijaga.
Jika semua orang tiba-tiba mengaku sebagai pewaris karena tergiur hasil tambang, maka yang tersisa hanyalah kerak tamak yang mencabik nilai-nilai adat dan moral.
Semua elemen masyarakat dan pemerintah perlu bersikap tegas. Klaim sejarah harus diuji secara objektif, bukan dimunculkan karena momentum ekonomi.
Apalagi, ketika yang bersuara bukan pemilik kursi raja melainkan hulubalang yang kembali dari bayang-bayang masa lalu.
Semua orang tahu, raja petuanan kaiely dari jaman dulu berasal dari marga Wael dan tak ada satupun soa yang mengklaim sebagai raja pertama, itu fakta yang tidak bisa dibantah.
Kaperwil Maluku (SP)