“Kita Bangun Buru dari Mana?”: Sebuah Tanya yang Melahirkan Universitas

Oleh: Dr. Djunadi Rupele, SE, M.Si.

Di tahun 2021, ketika Kabupaten Buru baru berdiri di antara bayang-bayang keterbelakangan dan harapan, sebuah percakapan sederhana menjadi titik tolak lahirnya sebuah peradaban baru.

Bacaan Lainnya

 

Kala itu, Penjabat Bupati Buru pertama, Dudy Sangadji, melemparkan satu pertanyaan yang tampak biasa, tapi sejatinya monumental:

“Kita bangun Buru dari mana?”

Pertanyaan itu tidak sekadar menggugah, tapi mengguncang dasar-dasar kesadaran pembangunan. Ia tidak diajukan di ruang rapat penuh data, atau di forum diskusi panjang.

 

Ia lahir dalam konteks kegelisahan, keprihatinan, dan cinta pada tanah ini.

 

Lalu muncullah jawabannya tajam, ringkas, dan visioner dari Djunaidi Rupele, seorang tokoh pemikir dan pendidik yang telah lama resah melihat anak-anak Buru harus berlayar jauh untuk mengejar pendidikan tinggi:

“Kita bangun kampus.”

Maka dimulailah sejarah yang kini ditulis dengan tinta emas: lahirnya Universitas Iqra Buru.

 

Ia tidak hadir karena proyek, bukan pula karena euforia sesaat. Ia hadir karena kebutuhan akan perubahan sejati.

 

Sebab pembangunan tak cukup hanya dengan membangun jalan, jembatan, atau pasar. Yang paling hakiki adalah membangun manusia—dan itu hanya mungkin bila kita membangun pendidikan.

 

Universitas Iqra Buru adalah simbol perlawanan terhadap keterisolasian intelektual. Di tengah keterbatasan infrastruktur, ekonomi, dan akses, kampus ini hadir sebagai mercusuar harapan.

 

Iqra yang berarti “bacalah” dipilih sebagai nama, bukan tanpa makna. Ia adalah perintah pertama dalam wahyu pertama, dan dalam konteks Buru, ia menjadi seruan awal untuk membuka lembaran baru pembangunan berbasis ilmu pengetahuan.

 

Lebih dari sekadar institusi, Universitas Iqra Buru telah menjelma menjadi oase bagi anak negeri. Ribuan generasi muda kini bisa mengejar gelar sarjana di tanah kelahiran mereka sendiri.

 

Tak perlu lagi pergi jauh, menanggung biaya mahal, atau merantau ke kota-kota besar hanya untuk mengenyam pendidikan tinggi.

 

Dan kini, di usianya yang ke-26, kita menyaksikan betapa besar dampaknya. Ribuan alumni telah lahir dan tersebar di berbagai sektor; menjadi guru, birokrat, wirausahawan, hingga pemimpin lokal.

 

Mereka adalah bukti nyata bahwa keputusan membangun kampus adalah langkah paling strategis yang pernah diambil di titik awal perjalanan pembangunan Buru.

 

Tentu, masih banyak pekerjaan rumah. Masih ada ruang kelas yang perlu diperluas, laboratorium yang perlu dilengkapi, dan mutu akademik yang perlu terus ditingkatkan.

 

Tapi pijakan awal itu telah ada. Fondasi telah ditanam kuat oleh mereka yang dulu percaya bahwa segala pembangunan harus dimulai dari membangun akal sehat masyarakatnya.

 

Kini, pertanyaan “Kita bangun Buru dari mana?” tak lagi menjadi teka-teki. Ia telah menjadi jawaban sejarah yang hidup dan terus berkembang di jantung Namlea, di dalam kampus Universitas Iqra Buru.

 

Semoga semangat awal itu tak padam. Semoga generasi yang lahir dari rahim Universitas Iqra Buru tidak hanya menjadi lulusan, tapi menjadi pembangun masa depan.

 

Dan semoga siapa pun yang kelak bertanya kembali, “Kita bangun Buru dari mana?”, akan dengan bangga menjawab: “Dari kampus. Dari ilmu. Dari anak negeri yang percaya pada perubahan.”

Kaperwil Maluku (SP)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *