Kolonel Tanasale Tentara Terakhir Jabat Walikota Ambon

Fokuspost.com | Maluku – Oleh: Dr. M.J. Latuconsina, S.IP, MA

Staf Dosen Fisipol, Universitas Pattimura

“Tentara bukan merupakan suatu golongan di luar masyarakat, bukan suatu kasta yang berdiri di atas masyarakat. Tentara tidak lain dan tidak lebih dari salah satu bagian masyarakat yang mempunyai kewajiban tertentu.” Kata-kata ini merupakan qoutes Jenderal Besar Soedirman, Panglima Besar Tentara Keamanan Rakyat (TKR) periode 1945-1950. Dimana relevan dengan karier Kolonel Chris Tanasale, dari menduduki jabatan militer hingga sipil atas dinamika politik, yang membolehkannya ada pada dua ranah tersebut.
***
Terlepas dari itu, dahulu kalah di era Orde Baru (Orba) jabatan Kepala Daerah (KDH) setingkat Gubernur, Bupati dan Walikota rata-rata dipimpin oleh tentara aktif, baik itu yang berasal dari Angkatan Darat (AD), Angkatan Laut (AL), Angkatan Udara (AU) dan Kepolisian (Polisi). Hal ini bisa terjadi karena doktrin dwifungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) membolehkannya. Doktrin dwifungsi ABRI tersebut mencakup dua aspek yakni : menjaga pertahahan-keamanan negara, dan memegang kekuasaan-mengatur negara.

Oleh karena itu, disamping Provinsi Maluku yang pernah dipimpin tiga tentara aktif sebagai Gubernur Provinsi Maluku, juga saat itu pada empat kabupaten/kota se Provinsi Maluku, para Bupati dan Walikota pernah dipimpin oleh tentara aktif. Salah satunya Kota Ambon, dimana terdapat lima tentara aktif yang pernah menjadi Walikota Ambon, yakni : Letnan Kolonel Laut Matheos Manuputty (AL), Kolonel Laut Albert Porwayla (AL), Kolonel JD. Wattimena (AD), Kolonel Johanes Sudijono (AD), dan Kolonel Chris Tanasale (AD).

Sosok Kolonel Chris Tanasale, yang merupakan perwira menengah (Pamen) dari AD, ia sekaligus merupakan tentara terakhir yang menjadi Walikota Ambon periode 1996-2001. Hal ini terjadi seiring dengan tuntutan reformasi ABRI sejak tahun 1998 lampau oleh berbagai pihak, akan peran ekonomi dan politiknya dilepaskan, dan kembali pada posisi idealnya sebagai instrumen pertahanan negara. Dampaknya pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), tidak langsung di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Ambon pasca pemerintahan Orba, tidak lagi memproritaskan Pamen aktif dari ABRI.

Kondisi ini, tidak terlepas dari formasi kursi anggota DPRD Kota Ambon hasil Pemilu 1999 tidak lagi menjadikan Golongan Karya (Golkar), yang terdiri dari unsur Golkar jalur ABRI, Birokrat dan Golkar (ABG) sebagai golongan, yang memiliki kursi dominan. Pasalnya sebagian besar kursi anggota DPRD Kota Ambon sudah terisi oleh partai politik baru, hasil Pemilu pertama di era Reformasi tersebut. Hanya kursi anggota DPRD Kota Ambon dari partai politik lama yang bertahan yakni, Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Sementara kursi anggota DPRD Kota Ambon dari Partai Demokrasi Indonesua (PDI), yang sejak Pemilu 1977 pasca fusi partai politik di tahun 1973 lampau lowong sama sekali, karena tidak mendapatkan satu pun kursi dari hasil Pemilu 1999 tersebut. Formasi anggota DPRD Kota Ambon dari kelompok nasionalis ini diisi oleh partai sempalannya sendiri, yang beraliran sama yakni, Partai Demokrasi Indonesia Perjungan (PDIP). Sisah kursi anggota DPRD Kota Ambon, diisi oleh partai politik berideologi Nasionalis, Depelompmentalis, Kristen, Islam inklusif dan Islam esklusif.

Kendati demikian komposisi Pimpinan DPRD Kota Ambon saat itu masih mempertahankan unsur pimpinan dari Fraksi ABRI, disamping terdapat juga unsur Pimpinan DPRD Kota Ambon dari fraksi PDIP, fraksi Golkar dan fraksi PPP. Dimana posisi PDIP adalah Ketua DPRD Kota Ambon, karena memenangkan Pemilu pertama di era pemerintahan Presiden B.J. Habibie di kota yang berjuluk manise ini. Baru kemudian hasil Pemilu 2009 fraksi ABRI tidak ada lagi di DPRD Kota Ambon. Pasalnya mereka telah kembali ke barak sesuai dengan kehendak reformasi kelembgaan mereka.
***

Terlepas dari itu, Chris Tanasale setelah menamatkan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA), ia kemudian mengikuti seleksi untuk menjadi taruna di Akademi Angkatan Bersenjatan Republik Indonesia (AKABRI) di Magelang, Jawa Tengah. Hasilnya ia lolos pada AKABRI Darat. Hingga ia menamatkan pendidikan sebagai taruna AKABRI di tahun 1970. Kawan-kawan taruna seangkatannya, yang dikemudian hari melejit karier militernya yakni : Jenderal Subagio Hadisiswojo Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad), Jenderal Fachrul Rozi Wakil Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Selanjutnya, Letnan Jenderal (Letjen) Amir Sembiring, pernah mengemban jabatan Panglima Komando Daerah (Pangdam) XVII/Cendrawasih. Kemudian Letjen Johny Josephus Lumintang, pernah mengemban jabatan Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad), Mayor Jenderal (Mayjen), Slamet Kirbiantoro pernah menempati jabatan Pangdam Jayakarta, Brigadir Jenderal (Brigjen) Marcus Tamaela, pernah menempati jabatan Pangdam XV/Pattimura, dan Brigjen Frans Dewana, pernah menempati posisi Komandan Komando Resor Militer (Danrem) 181/Praja Vira Tam-Sorong.

Tatkala pangkatnya mencapai perwira menengah (Pamen) aktif, dengan pangkat Letnan Kolonel (Letkol), sebelum Chris Tanasale mengemban jabatan sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Maluku dari Fraksi ABRI di tahun 1992 lampau, Walikota Ambon ke-14 ini pernah ditugaskan pada wilayah Provinsi Maluku nun di bagian utara sana.

Di Maluku Utara, Chris Tanasale pernah mengemban jabatan sebagai Komadan Batalyon (Danyon) Infanteri Raider Khusus 732/Banau masa jabatan 1985-1987, yang bermarkas di Jailolo. Dari Danyon Infanteri Raider Khusus 732/Banau inilah, yang kemudian semakin melambungkan namanya. Dari menjadi anggota DPRD Provinsi Maluku Fraksi ABRI, hingga kemudian ia terpilih sebagai Walikota Ambon melalui Pemilihan Walikota (Pilwalkot) Ambon tidak langsung di DPRD Kota Ambon di tahun 1996 lampau.

Awalnya yang menjadi unggulan paling populer dalam bursa calon Walikota Ambon ketika itu adalah Letkol Junaidi Diponegoro, seorang Pamen yang berasal dari kompleks Diponegoro, Ambon. Ia adalah sosok Pamen ABRI dari AD, yang banyak menghabiskan karier militernya didunia intelejen atau telik sandi. Tapi dinamika politik, yang kemudian menguntungkan Kolonel Chris Tanasale teman seangkatan AKABRI Darat dari Jenderal Subagyo Hadi Siswoyo, Kasad ke-20 tersebut.

Kolonel Chris Tanasale kemudian mengantongi restu politik daerah dan pusat atas perkembangan dinamika politik lokal yang terjadi di Kota Ambon kala itu, dimana menghendakinya memimpin pulau terpadat di Indonesia timur tersebut. Anggota DPRD Provinsi Maluku dari Fraksi ABRI ini pun akhirnya mulus melangkah sebagai orang nomor satu di ibu kota Provinsi Maluku tersebut, dengan menjadi Walikota Ambon menggantikan seniornya dari AD Kolonel Johanes Sudijono, yang sebelumnya mengemban jabatan Walikota Ambon.

Empat tahun berselang di tahun 1999, Walikota Ambon berlatarbelakang tentara ini, menghadapi dinamika dalam kepemimpinannya, yang sangat pelik. Hal ini ditandai dengan konflik horizontal, bernuansa agama yang membenturkan sesama warganya. Dampaknya pada disharmonisasi dalam kehidupan sosial warga Kota Ambon, yang eksesnya juga pada berbagai bidang strategis.

Kita saksikan kala itu ia berupaya optimal menuntaskan konflik kemanusiaan, yang mendera Kota Ambon, dengan mengarahkan segala kemampuannya. Hal ini kita saksikan melalui Televisi Republik Indonesia (TVRI) Statsiun Maluku, dimana saban hari ia tampil di layar kaca media nasional itu, dengan merespons berbagai problem melalui solusi darinya selaku Pimpinan Pemerintahan di Kota yang memiliki motto ”bersatu manggurebe maju” tersebut.

Namun berbagai solusi yang dilakukannya belum membuahkan hasil yang optimal, lantaran konflik tetap terjadi. Pada akhirnya di tahun 2001 Kolonel Chris Tanasale pun mengakiri jabatannya sebagai Walikota Ambon, ia kemudian digantikan Drs. M. J. Papilaja, MS sebagai Walikota Ambon periode berikutnya melalui Pilkada tidak langsung di DPRD Kota Ambon. Usai ia tidak lagi menjadi Walikota Ambon, ia mencoba peruntungan politik, dengan mencalonkan diri sebagai Calon Wakil Gubernur (Cawagub) Provinsi Maluku.

Pencalonannya tersebut pada Pilkada tidak langsung Provinsi Maluku, yang digelar di DPRD Provinsi Maluku pada tahun 2023 lalu, dimana ia berpasangan dengan Yusuf Rahimi selaku Calon Gubernur (Cagub) Provinsi Maluku. Kedua pasangan Cagub dan Cawagub ini diusung oleh Fraksi Penegak di DPRD Provinsi Maluku. Rupanya Rahimi dan Tanasale belum beruntung, karena mereka gagal terpilih sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Maluku.

Kontestasi Kolonel Chris Tanasale sebagai Cawagub pada arena Pilkada tidak langsung di DPRD Provinsi Maluku tahun 2003 itu, menandai berakhir aktifitasnya dalam bidang politik. Pasalnya usai gagal terpilih sebagai Wagub Provinsi Maluku, Pamen tentara dari satuan tempur (satpur) infanteri AD ini tidak pernah mencoba peruntungan politik lagi dalam Pilkada Provinsi Maluku langsung di tahun 2008 lampau, maupun ia tidak tampil lagi dalam kontestasi Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2009, dengan mencalonkan diri sebagai anggota DPRD Provinsi Maluku dan anggota DPR.

Kaperwil Maluku (S. Papalia)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *