Editorial oleh: Muz MF. Latuconsina
Subuh masih gelap. Langit di atas Namlea belum menampakkan terang. Kabut masih menyelimuti pelabuhan, namun langkah-langkah tegas sudah mulai bergerak.
Di tengah senyap dan dinginnya fajar, sosok seorang perempuan tangguh berdiri tegak di pelabuhan feri.
Kapolres Buru, AKBP Sulastri Sukidjang, SH. S.I.K.MM, memimpin langsung razia gabungan Polisi dan Brimob di bawah Operasi Cipta Kondisi yang telah ia perintahkan.
Didampingi Wadansat Brimob, AKBP Dennie Andreas Dharmawan dan Wakapolres Buru, Kompol Akmil Djapa, Paminal Polda Maluku, Intel Polda Maluku.
ia hadir bukan hanya sebagai pemimpin formal, tetapi sebagai simbol tekad untuk menertibkan Gunung Botak dari kerusakan yang kian tak terbendung.
Operasi ini bukan sekadar rutinitas, melainkan bagian dari strategi besar langkah cerdas untuk memutus mata rantai peredaran bahan berbahaya dan beracun (B3) yang selama ini menjadi bahan bakar utama pengolahan emas secara ilegal di Gunung Botak.
Dengan memutus pasokan B3, maka pengolahan di kawasan tambang liar itu akan perlahan lumpuh. Dan ketika pengolahan berhenti, maka kerusakan lingkungan yang selama ini menganga akan mulai bisa dipulihkan.
Sudah terlalu lama Gunung Botak menjadi luka menganga di tubuh Pulau Buru. Racun-racun kimia seperti sianida dan merkuri terus mencemari tanah, sungai, dan bahkan masuk ke tubuh warga. Sudah terlalu banyak korban, dari yang meninggal keracunan, hingga generasi muda yang terpaksa tumbuh dalam lingkungan tercemar.
Kini, Polres Buru hadir dengan pola baru. Bukan langsung masuk ke pusat tambang dan bentrok dengan ribuan penambang, tetapi memukul titik rawan: jalur distribusi B3. Pelabuhan, jalur darat, dan jalur tikus akan diawasi ketat.
Operasi Cipta Kondisi bukan hanya penindakan, tapi sinyal kuat bahwa negara hadir dengan strategi dan keberanian.
Tentu ini bukan pekerjaan sehari dua hari. Tapi ketika langkah pertama sudah diambil, dan dipimpin langsung oleh pucuk pimpinan Polres di waktu subuh, itu artinya tidak ada lagi ruang untuk keraguan.
Yang diperlukan kini adalah dukungan dari semua pihak—pemda, tokoh adat, dan masyarakat sipil.
Gunung Botak harus diselamatkan. Lingkungan harus dipulihkan. Hukum harus ditegakkan. Dan semuanya dimulai dari satu langkah kecil di subuh yang sunyi—langkah dari seorang Kapolres perempuan yang tidak takut pada gelap.
Kaperwil Maluku (SP)