Editorial Redaksi
Isu lahan adat di Desa Bara kembali menjadi sorotan setelah munculnya tuduhan terhadap Kapolres Buru, AKBP Sulastri Sukidjang, SH, S.I.K., MM, yang disebut-sebut berpihak dalam sengketa tersebut.
Namun, jika ditelusuri berdasarkan data dan kronologi kejadian, tuduhan tersebut tampak tidak sesuai dengan fakta yang terjadi di lapangan.
Mediasi yang dilaksanakan di ruang rapat utama Polres Buru pada 10 Mei 2024 antara masyarakat Desa Bara, Petuanan Adat Leisela, dan pihak perusahaan merupakan upaya konkret untuk menyelesaikan ketegangan yang muncul akibat klaim atas lahan bersertifikat milik Soa Gibrihi.
Penting dicatat, permintaan untuk mengadakan mediasi datang langsung dari Raja Leisela, Aziz Hentihu, melalui surat resmi kepada Kapolres Buru. Surat ini meminta Kapolres agar menjembatani warganya demi percepatan penyelesaian sengketa secara damai.
Dalam kapasitasnya sebagai Kapolres, AKBP Sulastri Sukidjang hadir bukan sebagai penentu keputusan, melainkan sebagai mediator netral dan fasilitator forum. Mediasi ini dihadiri oleh berbagai unsur penting masyarakat dan pemerintahan, antara lain:
-Raja dan perangkat adat Leisela (Raja, Wakil Raja, Hinolong, Madgugul, dan lain-lain);
-Kepala-kepala soa;
-Camat Airbuaya;
-Penjabat Kepala Desa Bara;
-BPD Desa Bara;
-Tokoh masyarakat dan -Perwakilan pemuda;
-Perwakilan perusahaan.
Forum dilaksanakan secara terbuka dan dalam suasana kekeluargaan, dengan semangat menyelesaikan persoalan tanpa kekerasan atau konflik berkepanjangan.
Hasilnya, disepakati sejumlah poin penting, termasuk skema kompensasi bagi masyarakat Desa Bara yang tanamannya terdampak di atas lahan bersertifikat milik pihak lain.
Data terakhir menunjukkan bahwa dari 10 pemilik tanaman yang terdampak, 4 orang telah menerima kompensasi.
Sementara 6 lainnya masih dalam proses verifikasi administratif, menyusul adanya perbedaan pendapat internal di kalangan warga Desa Bara sendiri terkait mekanisme pembayaran: apakah dilakukan langsung kepada pemilik tanaman, atau melalui Penjabat Kepala Desa Bara.
Menanggapi tuduhan yang beredar belakangan ini, pihak Polres menegaskan bahwa tidak ada keberpihakan dalam proses tersebut.
Peran Kapolres adalah semata-mata untuk menjembatani komunikasi antar pihak guna menjaga stabilitas sosial dan keamanan masyarakat.
Langkah Raja Aziz Hentihu yang proaktif mengirim surat resmi kepada Kapolres Buru perlu diapresiasi sebagai upaya kepemimpinan yang bertanggung jawab.
Begitu pula dengan Kapolres AKBP Sulastri Sukidjang yang patut mendapat penghargaan karena berhasil mendamaikan pihak-pihak yang berselisih secara damai dan beradab.
Dalam isu-isu sensitif seperti sengketa lahan adat, sangat penting bagi semua pihak untuk mengedepankan fakta, musyawarah, dan semangat penyelesaian damai.
Alih-alih menyebarkan narasi tendensius yang dapat memperkeruh suasana atau merusak reputasi pihak yang menjalankan tugasnya secara profesional dan berdasar hukum, publik diharapkan turut menjaga suasana kondusif demi kebaikan bersama.
Kaperwil Maluku (SP)







