Oleh: Muz MF. Latuconsina
Di negeri kepulauan seperti Maluku, jarak bukan hanya angka di peta. Jarak adalah kenyataan sosial—tentang layanan kesehatan yang lambat, pendidikan yang terbatas, dan pembangunan yang tak kunjung merata. Di tengah realitas itulah, perjuangan Forkoda Maluku dan para tokoh 13 Calon Daerah Otonom Baru (DOB) menjadi suara yang tak boleh diabaikan.
Puluhan tahun telah mereka tempuh. Langkah mereka bukan hari ini saja, bukan karena angin musim politik yang sedang bertiup, tapi karena sebuah panggilan nurani: bahwa rakyat di pulau-pulau kecil dan daerah lain berhak hidup lebih baik.
Di bawah komando Dr. Djunaidi Rupele, Forkoda Maluku menunjukkan bahwa perjuangan pemekaran bukan sekadar ambisi segelintir elit lokal. Ini adalah gerakan akar rumput yang tumbuh dari harapan rakyat di pelosok—yang selama ini hanya menjadi penonton dari etalase pembangunan nasional.
Sayangnya, perjuangan ini kerap dipandang sebelah mata. Pemerintah pusat terkesan lebih sibuk pada pertimbangan stabilitas politik dan fiskal, dibanding mendengar jeritan wilayah-wilayah yang secara administratif terlalu luas dan sulit dijangkau. Padahal, pemekaran bukan hanya soal penambahan daerah, tetapi tentang efektivitas pemerintahan, percepatan pelayanan, dan pemerataan pembangunan.
Pemerintah pusat harus menyadari bahwa pemekaran bukan beban, tetapi investasi strategis. Terlebih di Maluku yang secara geografis adalah beranda timur Indonesia—perbatasan laut yang menyimpan sumber daya, kekayaan budaya, dan kepentingan geopolitik.
Kita perlu mengatakan dengan tegas: Forkoda dan 13 DOB di Maluku bukan sekadar menuntut, mereka sedang mengingatkan negara agar adil dalam bertindak.
Editorial ini percaya bahwa langkah Forkoda Maluku adalah langkah konstitusional, beretika, dan berlandaskan semangat kebangsaan. Mereka tidak menabrak hukum, tidak menabuh kekacauan. Mereka hanya membawa suara yang terlalu lama dipinggirkan.
Jika pemerintah pusat terus menunda-nunda, maka sejarah akan mencatat bahwa negara pernah membiarkan ketimpangan terus tumbuh dari timur. Tapi jika hari ini didengar dan ditindaklanjuti, maka Forkoda dan 13 DOB akan menjadi lembar baru dari sejarah Indonesia yang lebih adil dan merata.
Kaperwil Maluku (SP)