Mengurai Kesenjangan, Merangkai Harapan: Saatnya Buru Kaiely Berdiri Sendiri”

Oleh: Taib Warhangan, SH,MH.

Pembangunan bukanlah sebuah garis lurus yang hanya memanjang ke satu arah. Ia harus menjalar, menyentuh, dan menyejukkan seluruh sendi kehidupan rakyat tanpa memandang di mana mereka berpijak—di dataran Waiapo yang subur, di pesisir Batabual yang bergelombang, di hutan-hutan penghasil minyak kayu putih, di Danau Rana, Teluk Bara, atau di kebun-kebun coklat dan cengkih yang menghidupi banyak keluarga.

Bacaan Lainnya

Hari ini, geliat pembangunan di Kabupaten Buru memang terasa kuat di sektor pertanian, terutama di dataran Waiapo. Traktor telah menggantikan bajak, irigasi mulai teratur, dan sawah tak lagi tergantung pada kemurahan musim. Tapi di sisi lain, nelayan-nelayan di pesisir Batabual tetap menantang ombak dengan perahu yang sama, jaring yang tak pernah diperbarui, dan hasil laut yang tak mendapat perhatian sebagaimana mestinya.

Begitu pula para penyuling minyak kayu putih yang terus menghidupkan kearifan lokal dengan tungku-tungku tradisional mereka. Peluh mereka yang wangi tetap belum mendapat pengakuan sebagai kekuatan ekonomi daerah. Para petani coklat dan cengkih pun masih berkutat dengan akses pasar dan harga yang fluktuatif, nyaris tanpa perlindungan.

Kondisi timpang inilah yang menumbuhkan rasa cemburu sosial dan kesenjangan pembangunan. Sebuah ketimpangan yang jika dibiarkan terlalu lama, bisa menjadi jurang pemisah antara masyarakat pesisir, pegunungan, dan dataran. Maka, sudah saatnya langkah bijak diambil.

Pemekaran Kabupaten Buru Kaiely bukan hanya soal batas wilayah. Ia adalah jembatan keadilan. Dengan berdirinya Buru Kaiely sebagai daerah otonomi baru, maka peluang untuk mengatur sendiri skala prioritas pembangunan akan terbuka lebih lebar. Pemerintah setempat bisa lebih fokus, lebih dekat, dan lebih peka terhadap suara-suara yang selama ini hanya bergema di kejauhan.

Dengan pemekaran, nelayan Batabual tidak lagi sekadar disebut dalam laporan, tapi menjadi subjek utama pembangunan pesisir. Petani coklat dan cengkih akan dilatih, didampingi, dan dibantu menembus pasar nasional maupun internasional.

Harapan itu bukan utopia. Ia nyata, ia mungkin, dan ia sedang mengetuk pintu. Yang dibutuhkan hanyalah keberanian dan kebijaksanaan untuk membuka pintu itu—mendorong dan mengawal pemekaran Buru Kaiely sebagai bagian dari langkah besar menuju pemerataan dan keadilan pembangunan.

Karena pembangunan yang adil bukan tentang siapa yang lebih dahulu, tetapi tentang bagaimana semua bisa maju bersama.

Pemekaran Buru Kaiely juga merupakan implementasi dari dari pasal 33 ayat 2 UU nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang menyatakan, “Pembentukan daerah dilakukan untuk meningkatkan pelayanan publik dan mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat”.

Kaperwil Maluku (SP)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *