Oleh: Muz MF. Latuconsina
Mutasi atau rolling jabatan adalah hal yang lumrah dalam sistem birokrasi pemerintahan. Ia bukan sekadar rotasi personel, melainkan bentuk nyata dari penataan organisasi untuk memperkuat kinerja dan memastikan roda pemerintahan berjalan efektif.
Di Kabupaten Buru, langkah Bupati Ikram Umasugi dan Wakil Bupati Sudarmo dalam melakukan mutasi pada awal masa kepemimpinan khususnya dalam rentang 100 hari kerja tidak bisa dilihat dari kaca mata politik semata, apalagi dendam Pilkada. demikian dilaporkan (19/7/2025).
Perlu ditegaskan bahwa penyegaran jabatan di awal kepemimpinan merupakan bentuk tanggung jawab kepala daerah dalam menata ulang struktur birokrasi agar selaras dengan visi dan arah pembangunan daerah.
Mereka yang dipindahkan atau diganti bukan semata karena alasan suka atau tidak suka. Ada tolok ukur kinerja, loyalitas terhadap sistem, dan integritas yang menjadi pertimbangan.
Ini bukan soal siapa mendukung siapa dalam Pilkada kemarin, tetapi tentang siapa yang mampu bekerja dalam barisan pemerintahan yang baru. Reformasi birokrasi selalu membutuhkan penyesuaian struktur, dan mutasi adalah instrumen sah yang dijamin oleh regulasi.
Sayangnya, dalam dinamika lokal, seringkali mutasi dibaca secara sempit: sebagai bentuk balas dendam atau penghakiman politik.
Cara pandang seperti ini justru menghambat profesionalisme birokrasi. Padahal, jika semua pihak berpikir obyektif, maka mutasi seharusnya diterima sebagai hal yang wajar, bahkan sehat, dalam sebuah organisasi pemerintahan.
Bupati Ikram Umasugi dan Wakilnya, Sudarmo, tengah menjalankan mandat rakyat. Mereka diberi hak untuk menyusun tim kerja yang efektif.
Oleh karena itu, mutasi jabatan pada masa awal kepemimpinan ini sepatutnya dimaknai sebagai bagian dari logika administrasi pemerintahan, bukan tafsir politik yang tendensius.
Kaperwil Maluku (SP)