Penamaan RSUD Lala, Namlea dan Kearifan Lokal: Sebuah Jalan Pulang ke Akar Kita Sendiri

Oleh: Muz MF. Latuconsina

Peletakan batu pertama pembangunan RSUD Lala, Kecamatan Namlea, Kabupaten Buru oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Gubernur Maluku Hendrik Lewerissa, dan Bupati Buru Ikram Umasugi, Kamis 17 Juli lalu menjadi tonggak penting dalam sejarah pelayanan kesehatan di Kabupaten Buru.

Bacaan Lainnya

 

Namun, yang tak kalah penting dari membangun gedung rumah sakit adalah memberi nama yang mencerminkan identitas, sejarah, dan penghargaan terhadap para pejuang yang telah mendahului kita.

Sayangnya, dalam banyak kasus, kebijakan penamaan kerap tergelincir pada euforia modernitas yang justru menjauhkan kita dari akar kearifan lokal.

 

Sudah saatnya kita hentikan kebiasaan memakai nama-nama asing yang tidak memiliki ikatan historis maupun emosional dengan tanah ini.

Nama-nama yang diambil dari luar bukan hanya asing secara bahasa, tetapi juga asing secara makna. Mereka tidak mewakili semangat, tidak menuturkan sejarah, dan tidak membangun kebanggaan daerah.

Bahkan, bisa menjadi pertanda bahwa kita perlahan sedang diputus dari akar budaya dan perjuangan kita sendiri.

Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya. Maka adalah hal wajar jika rumah sakit yang sedang dibangun di Lala ini kelak mengabadikan nama seorang pahlawan nasional terutama pahlawan yang berasal dari Buru atau memiliki ikatan kuat dengan sejarah daerah ini.

 

Penamaan seperti itu bukan hanya bentuk penghormatan, tapi juga upaya membangun ingatan kolektif generasi hari ini dan esok.

 

Bayangkan jika anak-anak kita kelak bertanya, “Siapa nama yang dipakai untuk rumah sakit ini?” Lalu kita menjawab dengan menyebut nama seorang pejuang, bukan istilah dan nama asing yang tak mereka mengerti.

Maka saat itu, kita sedang mengajar mereka tentang sejarah, tentang harga diri, dan tentang pentingnya mencintai tanah kelahiran.

 

Penamaan bukan soal seremonial belaka, melainkan pernyataan sikap. Mari menjadikan RSUD Lala bukan sekadar bangunan pelayanan kesehatan, tapi juga monumen penghargaan terhadap sejarah dan kearifan lokal.

 

Menolak nama-nama asing bukan berarti anti-modernitas, tapi justru memilih untuk berpijak kuat pada jati diri sendiri. inilah saatnya kita pulang pulang ke akar kita sendiri.

Kaperwil Maluku (SP)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *