Oleh: Prof. Dr. Yusthinus Thobias Male, S.Si., M.Si.
(Guru besar bidang logam/kimia anorganik Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Pattimura)
Abstrak
Kali Anhoni di Kabupaten Buru, Maluku, mengalami pencemaran berat akibat aktivitas penambangan emas ilegal yang menggunakan merkuri (Hg) sebagai bahan amalgamasi.
Pencemaran ini menimbulkan ancaman serius terhadap ekosistem sungai, kawasan mangrove Teluk Kaiely, serta kesehatan masyarakat sekitar.
Artikel ini membahas jalur masuk merkuri ke lingkungan, potensi bioakumulasi dalam rantai makanan, serta rekomendasi tindakan mitigasi berdasarkan hasil penelitian lapangan sejak tahun 2013.
Kata kunci: merkuri, Kali Anhoni, pencemaran logam berat, Gunung Botak, mangrove, bioakumulasi
1. Pendahuluan
Aktivitas penambangan emas tanpa izin (PETI) di wilayah Gunung Botak, Kabupaten Buru, telah berlangsung sejak lebih dari satu dekade terakhir.
Proses ekstraksi emas di daerah ini sebagian besar menggunakan logam berat merkuri (Hg) sebagai zat amalgamator.
Merkuri merupakan logam toksik yang dikenal dapat menyebabkan kerusakan sistem saraf, gangguan reproduksi, dan efek kronis lainnya pada manusia serta organisme akuatik.
Dalam konteks lingkungan, merkuri sangat sulit terurai dan dapat mengalami bioakumulasi serta biomagnifikasi dalam rantai makanan.
Kali Anhoni, salah satu sungai utama yang menerima limpasan limbah dari aktivitas penambangan di Gunung Botak, kini mengalami akumulasi sedimen yang tercemar merkuri.
Hal ini menjadi perhatian serius mengingat sungai tersebut bermuara ke Teluk Kaiely, sebuah kawasan pesisir yang kaya akan hutan mangrove dan memiliki nilai ekologis tinggi sebagai habitat ikan dan organisme laut lainnya.
2. Metodologi
Penelitian dilakukan sejak tahun 2013 dengan pendekatan deskriptif-kualitatif. Sampel tanah, sedimen sungai, dan air dikumpulkan dari beberapa titik di kawasan Gunung Botak dan Kali Anhoni.
Sampel dianalisis di laboratorium kimia lingkungan Universitas Pattimura dan sebagian dikirim ke laboratorium di Australia untuk analisis lanjutan.
Analisis dilakukan untuk mengukur kandungan merkuri total (Total Mercury) dan konsentrasi logam berat lainnya.
3. Hasil dan Pembahasan
3.1 Jalur Pencemaran Merkuri
Merkuri masuk ke lingkungan melalui dua jalur utama:
Melalui tanah: Limbah hasil tromol (penggilingan batuan emas dengan merkuri) dibuang langsung ke tanah. Merkuri dalam limbah ini mencemari tanah dan terbawa oleh air hujan ke sungai.
Melalui udara: Proses pembakaran amalgam menghasilkan uap merkuri yang kemudian mengendap kembali ke tanah dalam radius ±100 meter dari titik pembakaran.
3.2 Akumulasi Sedimen di Kali Anhoni
Hasil pengamatan lapangan menunjukkan adanya akumulasi sedimen di dasar Kali Anhoni. Karena berat jenis merkuri sekitar 13.5 g/cm³ (sekitar 14 kali lebih berat dari air), merkuri cenderung mengendap di dasar sungai.
Endapan ini menjadi sumber pencemaran jangka panjang karena dapat terlepas kembali ke air ketika terganggu (misalnya oleh arus deras atau aktivitas manusia).
3.3 Potensi Dampak terhadap Ekosistem Teluk Kaiely
Sedimen tercemar dari Kali Anhoni mengalir menuju Teluk Kaiely yang merupakan ekosistem mangrove padat.
Mangrove adalah zona penting bagi siklus hidup biota laut, terutama ikan dan krustasea. Merkuri yang mengendap di akar mangrove dapat diserap oleh organisme bentik dan masuk ke rantai makanan melalui proses bioakumulasi.
Berdasarkan data sejak 2017, diperkirakan sekitar 15% merkuri yang terlepas dari aktivitas penambangan telah terakumulasi dalam tubuh makhluk hidup.
Jika tidak dilakukan intervensi, persentase ini diprediksi meningkat secara signifikan, menimbulkan risiko kesehatan masyarakat melalui konsumsi ikan atau kerang yang terkontaminasi
4. Rekomendasi dan Tindakan Pemulihan
Beberapa rekomendasi penting berdasarkan temuan ini:
1. Pemerintah Provinsi Maluku perlu segera melakukan pengangkatan sedimen dari dasar Kali Anhoni sebagai langkah mitigasi awal.
2. Penegakan hukum terhadap praktik penambangan ilegal harus ditingkatkan untuk menghentikan sumber pencemaran.
3. Dilakukan rehabilitasi ekosistem mangrove di kawasan Teluk Kaiely sebagai penyangga alami terhadap kontaminasi.
4. Kegiatan pemulihan oleh pihak swasta seperti PT Global Emas Bupolo (GEB) yang telah menunjukkan inisiatif pemulihan lingkungan harus mendapat dukungan dan pengawasan ilmiah yang ketat.
5. Edukasi masyarakat lokal mengenai bahaya merkuri serta pengembangan metode alternatif penambangan ramah lingkungan (seperti sianidasi atau teknologi tanpa merkuri) perlu didorong secara sistemik.
5. Kesimpulan
Kondisi Kali Anhoni dan kawasan pesisir Teluk Kaiely saat ini berada dalam situasi darurat ekologis akibat pencemaran merkuri dari aktivitas penambangan emas ilegal.
Jika tidak segera diambil tindakan nyata secara terintegrasi, dampaknya tidak hanya merusak ekosistem lokal tetapi juga berisiko terhadap kesehatan generasi mendatang.
Perlu adanya sinergi antara pemerintah, akademisi, masyarakat, dan sektor swasta untuk melakukan pemulihan berbasis ilmu pengetahuan dan kepedulian lingkungan.
Kaperwil Maluku (SP)