Editorial oleh: Muz Latuconsina
Di tengah luka akibat konflik sosial yang belum sepenuhnya pulih, hadirnya kepedulian dari Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI) Maluku memberikan secercah harapan bagi warga Negeri Hunut, Kecamatan Teluk Ambon. Penyaluran bantuan uang tunai senilai Rp100 juta pada Rabu (1/10) bukan semata-mata aksi karitatif, melainkan bentuk nyata dorongan moral dan politis agar proses rehabilitasi dipercepat, menjelang perayaan Hari Raya Natal.
Konflik sosial selalu menyisakan luka fisik dan batin yang mendalam. Tidak hanya rumah yang hancur, tapi juga kehidupan warga yang terganggu. Ketika rehabilitasi berjalan lambat, harapan untuk kembali menjalani hidup secara normal pun semakin kabur. Dalam konteks ini, inisiatif SOKSI Maluku — yang juga dihadiri para tokoh dan kader Partai Golkar — patut diapresiasi karena tidak hanya berhenti pada simbolisasi bantuan, tetapi juga mengandung pesan penting: bahwa negara, dalam hal ini melalui representasi partai politik dan organisasi kemasyarakatan, harus hadir dan bekerja lebih cepat.
Ketua Depidar SOKSI Maluku, R. Boy Sangadji, secara tegas meminta Fraksi Golkar di DPRD Kota Ambon untuk mengawal proses rehabilitasi warga terdampak. Ini adalah contoh konkret bagaimana kekuatan politik dapat diarahkan untuk kepentingan kemanusiaan. Rehabilitasi bukan hanya tentang membangun kembali rumah, tetapi juga membangun kembali martabat, harapan, dan rasa aman warga.
Kepala Pemerintah Negeri Hunut, Yondri Victor H. Kappuw, menyebut bahwa baru empat dari 17 rumah rusak yang tengah dalam proses rehabilitasi. Sementara sebagian warga masih bertahan di posko utama dengan segala keterbatasan. Fakta ini seharusnya menjadi alarm bagi semua pemangku kepentingan untuk segera bertindak. Waktu terus berjalan, dan Natal sudah di ambang pintu.
Editorial ini juga menyoroti bahwa kehadiran SOKSI tak berhenti di Hunut. Komitmen mereka dalam isu konservasi di Pulau Pombo menunjukkan bahwa organisasi ini memiliki pandangan jangka panjang, tidak hanya pada penanganan krisis tetapi juga pembangunan berkelanjutan.
Dalam semangat persaudaraan dan kemanusiaan, kita berharap bantuan seperti ini menjadi katalis untuk pemulihan yang lebih luas. Bahwa menjelang Natal, tidak ada lagi warga yang harus tinggal di posko darurat. Bahwa yang rusak tak hanya dibangun kembali, tapi diperkuat dengan solidaritas.
Akhirnya, peran serta masyarakat, pemerintah, dan semua unsur politik harus bersinergi, bukan saling menunggu. Karena ketika satu pihak bergerak, harapan bisa tumbuh. Ketika semua pihak bergerak bersama, pemulihan bisa benar-benar terjadi.
Kaperwil Maluku (SP)