Raja Pertama Kaiely dari Soa Wael: Pilar Sejarah yang Hendak Dibelokkan

Oleh: Ibrahim Wael

Dalam setiap peradaban, sejarah tidak semata menjadi kisah masa lalu, melainkan fondasi martabat sebuah masyarakat.

Bacaan Lainnya

Di tanah adat Petuanan Kaiely, Kabupaten Buru, terdapat satu bab sejarah yang terang namun perlahan mulai kabur di tengah arus zaman: tentang siapa sesungguhnya raja pertama di negeri ini.

 

Jawabannya, jika ditelusuri dari dokumen sejarah kolonial Belanda dan tradisi lisan masyarakat adat, membawa kita kembali kepada Soa Wael sebuah soa tua dan terhormat, yang menjadi asal mula kekuasaan adat Kaiely.

Sejak awal abad ke-17, tatkala Belanda (VOC) menancapkan pengaruhnya di Teluk Kayeli dan mendirikan benteng, para pemimpin adat dari daratan tinggi mulai digeser dan dipusatkan ke pesisir.

 

Soa Wael mulai mendapat peran strategis dalam sistem pemerintahan baru yang dirancang oleh penjajah. Dari antara mereka, tokoh-tokoh dari Soa Wael diakui sebagai pemimpin utama yang ditetapkan sebagai raja pertama dalam struktur yang disebut regentschap Kayeli.

 

Sejarah mencatat, marga Wael kemudian menjadi figur sentral dalam tata kelola negeri adat hingga dekade-dekade berikutnya.

 

Penting dicatat, pengangkatan raja pertama bukan sekadar karena kekuatan atau kedekatan dengan kolonial.

 

Soa Wael secara adat memang sudah lama diakui memiliki kedudukan istimewa di antara tujuh soa asli (Noropito). Mereka dipercaya oleh masyarakat adat Buru untuk menjadi pelindung nilai, penjaga tatanan, dan simbol persatuan antara dataran tinggi dan pesisir.

Fakta-fakta ini tercermin dalam berbagai ritual pengangkatan raja, seperti Smaket dimana para kepala soa bersidang untuk menunjuk pemimpin dan sejarah menunjukkan bahwa pemimpin pertama itu berasal dari Soa Wael.

 

Namun, ironisnya, generasi kini seolah kehilangan arah pada peta sejarah ini. Ketika dinamika politik lokal berubah dan struktur adat mulai dilupakan. Tak sedikit pula yang mencoba mengaburkan fakta sejarah demi kepentingan sesaat.

 

Sudah waktunya masyarakat Kaiely dan Kabupaten Buru secara luas menyelami kembali akar sejarahnya. Mengembalikan kebenaran bukanlah sekadar nostalgia, tapi adalah bagian dari usaha memulihkan marwah adat dan harga diri kolektif.

Jika kita ingin membangun masa depan dengan fondasi yang kokoh, maka masa lalu yang benar harus ditegakkan terlebih dahulu.

 

Maka dari itu, pengakuan sejarah bahwa raja pertama Kaiely berasal dari Soa Wael harus menjadi bagian dari narasi resmi negeri, pendidikan adat, bahkan dokumen pemerintahan.

Ini bukan soal keutamaan marga, tetapi soal kejujuran sejarah dan keberanian mengakui kebenaran.

 

Tanpa sejarah yang jujur, negeri akan tumbuh dalam bayang-bayang dusta.

Kaperwil Maluku (SP)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *