Rakornas Pemekaran Daerah, Jalan Menuju Keadilan Wilayah

Oleh: Dr. Djunaidi Raupele, SE, M.Si. (ketua Forkoda Maluku)

Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) dan Rapat Konsultasi (Rakornal) Forum Koordinasi Nasional Percepatan Pembentukan Daerah Otonom Baru (Forkonas) yang dilaksanakan pada 9 Oktober 2025 di Gedung Juang 45, Menteng, Jakarta, bukan sekadar forum rutin.

Bacaan Lainnya

Ia adalah momentum konsolidasi kekuatan daerah, artikulasi aspirasi rakyat di wilayah Calon Daerah Otonom Baru (CDOB), sekaligus manifestasi kegelisahan yang tak kunjung mendapat ruang di meja kebijakan nasional.

Sudah terlalu lama semangat pemekaran wilayah terkurung dalam narasi moratorium.

Sementara itu, ketimpangan antarwilayah terus menganga, akses terhadap layanan dasar masih timpang, dan banyak daerah terisolasi dari denyut pembangunan nasional. Dalam kondisi ini, pemekaran bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan mendesak.

Ia adalah alat untuk mendekatkan negara kepada rakyatnya, menciptakan keadilan spasial, dan memperkuat sistem otonomi daerah yang sejati.

Melalui Rakornas ini, Forkonas bersama seluruh elemen CDOB dan Forkoda menyepakati lima poin penting untuk memperkuat gerakan percepatan pemekaran. Pertama, memperkokoh koordinasi nasional.

Kedua, merumuskan solusi strategis terhadap berbagai isu aktual. Ketiga, menyepakati keputusan bersama. Keempat, menyusun rencana aksi yang terukur.

Dan kelima, mengindahkan arahan dari Ketua Dewan Pembina dan Ketua Umum Forkonas.

Yang paling penting, forum ini menyatakan sikap tegas: pemekaran wilayah adalah solusi keadilan, bukan semata ambisi elit lokal.

Desakan Realistis dan Keadilan Fiskal

Forkonas dengan tegas mendesak Pemerintah dan DPR RI untuk segera menerbitkan dua Peraturan Pemerintah yang selama ini menjadi prasyarat utama terbukanya kembali keran pemekaran, paling lambat pada Januari 2026.

Ini bukan permintaan semena-mena, melainkan konsekuensi dari konstitusionalitas aspirasi yang selama ini tertunda.

Selain itu, Forkonas menekankan pentingnya keadilan dalam pengelolaan sumber daya alam.

Sudah saatnya paradigma hubungan pusat-daerah berubah dari “penguasaan” menjadi “kemitraan”. Usulan pembagian hasil sumber daya alam sebesar 70% untuk daerah dan 30% untuk pusat adalah formula yang rasional demi menciptakan kemandirian fiskal di wilayah CDOB.

Dalam semangat evaluasi dan akuntabilitas, Forkonas juga mendukung evaluasi menyeluruh terhadap DOB yang telah terbentuk.

Jika ada daerah otonom baru yang tidak memenuhi harapan atau gagal secara tata kelola, maka integrasi ulang ke daerah induk harus dipertimbangkan.

Ini menunjukkan bahwa gerakan pemekaran juga menjunjung prinsip efektivitas, bukan sekadar ekspansi administratif.

Dari Jakarta ke Pelosok Negeri: Aksi dan Hukum

Sebagai tindak lanjut, Forkonas dan seluruh CDOB akan menggelar aksi damai serentak di masing-masing wilayah pada bulan November.

Aksi ini bukan bentuk perlawanan, melainkan seruan keadilan. Rakyat di daerah ingin didengar, ingin diperhatikan, ingin menjadi bagian utuh dari republik yang mereka cintai.

Tak hanya itu, langkah strategis melalui judicial review terhadap UU No. 23 Tahun 2014 juga akan dilakukan secara paralel, sebagai upaya hukum untuk membuka jalan bagi mekanisme pemekaran yang lebih adil dan fleksibel, terutama melalui pendekatan pemekaran parsial yang memungkinkan percepatan di wilayah-wilayah prioritas.

Saatnya Negara Hadir, Bukan Menahan

Pemerintah pusat harus membaca sinyal ini dengan jernih. Menunda pemekaran tanpa peta jalan adalah bentuk pengabaian terhadap kebutuhan rakyat.

Negara tidak boleh hadir hanya sebagai pengontrol, tapi harus menjadi fasilitator dan akselerator kemajuan wilayah. Pemekaran bukan musuh pembangunan, ia adalah instrumen pemerataan.

Forkonas, CDOB, dan Forkoda telah berbicara dengan suara bulat. Sekarang, giliran negara menjawab.

Kaperwil Maluku (SP)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *