Editorial Redaksi
Pertemuan penting antara para kepala soa dan kepala adat dataran rendah Waeapo pada Selasa, 16 September, menghasilkan kesepakatan krusial terkait status kepemilikan Gunung Botak, atau yang dikenal juga sebagai Gunung Lea Bumi.
Kesepakatan ini menegaskan bahwa Gunung Botak adalah warisan sah dari Kapitan Baman Tausia, yang telah diturunkan secara turun-temurun kepada anak cucu dan keturunannya sejak awal sejarah penyelesaian peperangan di Pulau Buru.
Namun, menariknya, dalam kesepakatan tersebut, terungkap adanya saling komplain yang selama ini terjadi terkait klaim kepemilikan Gunung Botak.
Konflik kepemilikan yang kerap muncul tidak lepas dari klaim dari berbagai pihak yang mengaku sebagai pemilik sah. Hal ini menimbulkan ketegangan dan potensi konflik sosial yang serius di kawasan tersebut.
Para kepala soa dan adat secara tegas membuka ruang bagi masyarakat adat maupun anak cucu Kapitan Baman Tausia untuk mencari nafkah di kawasan Gunung Botak.
Namun, mereka juga menegaskan larangan keras terhadap klaim kepemilikan dari pihak manapun di luar ahli waris Baman Tausia.
“Gunung Botak (Lea Bumi) tidak boleh diakui atau diklaim sebagai milik kelompok tertentu ataupun individu lain. Ini hak waris Kapitan Baman Tausia yang tidak bisa diganggu gugat,
” Tegas para tokoh adat dalam pertemuan silaturahmi bersama Jagalihong Law Office, tim asistensi hukum keluarga ahli waris Marga Baman.
Kondisi saling komplain yang terjadi selama ini menjadi alasan utama lahirnya kesepakatan ini.
Dalam upaya menegaskan kembali hak adat dan meminimalisir konflik, para kepala soa dan adat mengambil beberapa langkah strategis penting, antara lain:
1. Penyampaian pemberitahuan resmi kepada pemerintah dan tokoh adat bahwa Gunung Botak adalah milik sah Kapitan Baman Tausia.
2. Penerbitan surat peringatan resmi kepada pihak-pihak yang bekerja di kawasan Gunung Botak dan Bia Nita tanpa izin dari ahli waris.
3. Pemberian kuasa penuh kepada Jagalihong Law Office sebagai tim asistensi hukum keluarga ahli waris Marga Baman untuk menindaklanjuti klaim-klaim yang tidak sah.
4. Penolakan tegas terhadap seluruh bentuk pengakuan hak milik oleh pihak manapun di luar keturunan Baman Tausia.
Selain itu, dalam semangat menjaga keaslian sejarah dan kebenaran adat, para tetua adat juga menantang siapapun yang merasa memiliki klaim sah atas Gunung Botak untuk berani melakukan sumpah adat secara terbuka bersama marga Baman.
“Jika ada yang merasa benar memiliki hak atas Gunung Botak, silakan datang dan buktikan di hadapan adat. Mari lakukan sumpah adat bersama marga Baman. Di situ kebenaran akan teruji,” tegas salah satu kepala soa.
Langkah ini dianggap sebagai upaya krusial untuk menegaskan kepemilikan adat yang sah sekaligus meredam potensi konflik yang sering muncul akibat saling klaim.
Para kepala soa dan kepala adat juga mengharapkan agar pemerintah pusat maupun daerah segera memberikan dukungan dengan menghormati keputusan adat serta menindak tegas pihak-pihak yang mencoba mengklaim kepemilikan Gunung Botak di luar garis waris yang sah.
Dengan penegasan ini, diharapkan Gunung Botak tetap menjadi warisan budaya, sejarah, dan ekonomi yang terjaga bagi keturunan Kapitan Baman Tausia, sekaligus menghindari perpecahan sosial yang merugikan semua pihak.
Kaperwil Maluku (SP)