Sasi Adat Digelar di Gunung Botak, Pemilik Ulayat Desak Gubernur Maluku Cabut Izin 10 Koperasi

Buru, Maluku-fokuspost.com-Pemilik lahan adat Kaku Lea Bumi/Gunung Botak bersama masyarakat adat secara resmi menggelar sasi adat sebagai bentuk penegasan hak ulayat terhadap rencana operasional 10 koperasi yang hingga kini dinilai belum menyelesaikan kewajiban adat dengan pemilik lahan.

Sasi adat tersebut dipimpin langsung oleh para pemilik lahan dan tokoh adat, yakni Raja Kaiely Fandi Ashari Wael, Hinolong Baman Manaliling Besan, dan Robot Nurlatu, serta diikuti masyarakat adat setempat.

Bacaan Lainnya

Sasi adat diberlakukan sebagai larangan adat terhadap aktivitas 10 koperasi yang akan beroperasi di kawasan Gunung Botak (GB), karena dinilai masuk tanpa izin dan tanpa kesepakatan dengan pemilik hak ulayat.

Para pemilik lahan menegaskan, jika kewajiban adat tidak diselesaikan, maka mereka meminta Gubernur Maluku mencabut izin 10 koperasi tersebut.

Aksi ini melibatkan:

  • Tiga pemilik lahan adat Gunung Botak
  • Tokoh-tokoh adat
  • Masyarakat adat
  • Moderator aksi
  • Perwakilan anak adat, Ibi

Aksi sasi adat dilakukan di permukiman masyarakat dekat kawasan lahan adat Gunung Botak (GB), Pulau Buru, Maluku, Senin (25/12/2025).

Sasi adat digelar menyusul pernyataan Kepala Dinas SDM Provinsi Maluku yang sebelumnya menyebutkan batas waktu penyelesaian izin dan penertiban koperasi hingga 14 Desember 2025.

Moderator aksi menjelaskan, sasi dilakukan berdasarkan hasil rapat koordinasi pemangku adat yang dihadiri Raja Kaiely, Hinolong Baman, dan Robot Nurlatu.

“Sepuluh koperasi itu sampai hari ini belum memiliki legalitas dari pemilik lahan adat. Mereka masuk tanpa izin, tanpa bicara dengan kami,” tegas moderator.

Tokoh adat Robot Nurlatu menegaskan bahwa pihaknya tidak menolak program pemerintah, namun menolak koperasi yang masuk tanpa jalur adat.

Pintu kami selalu terbuka. Tapi kenapa masuk lewat jendela? Kalau masuk tanpa izin, itu pencuri,” tegas Robot.

Ia bahkan menegaskan bahwa kompensasi yang tidak berpihak pada masyarakat adat tidak akan diterima.

Kalau miliaran kami tidak mau. Itu tidak cukup untuk masyarakat. Kalau triliunan, baru bisa dibicarakan. Ini hak masyarakat adat,” ujarnya.

Perwakilan anak adat, Ibi, menegaskan bahwa langkah sasi ini bukan penolakan terhadap investasi, melainkan upaya melindungi hak adat sesuai undang-undang.

Jangan ada pihak yang mengatakan rakyat adat menolak pemerintah. Itu salah. Kami mendukung pemerintah, TNI-Polri, dan investasi, selama lewat jalur adat,” tegasnya.

Ibi juga mengacu pada UUD 1945 Pasal 18B serta UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan yang telah diubah menjadi UU No. 3 Tahun 2020, khususnya Pasal 135–136, yang mewajibkan penyelesaian hak adat sebelum aktivitas pertambangan dilakukan.

Selain aspek hukum, ia menyoroti pertimbangan kemanusiaan, mengingat umat Kristen akan menghadapi Natal dan umat Muslim memasuki bulan Ramadan.

Langkah ini kami ambil untuk melindungi hak adat dan menjaga keadilan sosial. Investasi boleh, tapi harus lewat Raja, Hinolong, Robot, dan tokoh adat. Datang, bicara baik-baik,” tandasnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *