Sejak 18 Tahun MoU Helsinki Ditanda tangani Sofyan Dawood, Harusnya Kita Tidak Bicara Konflik Lagi

 

FOKUSPOST.COM | BANDA ACEH – Sejak penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki kemerdekaan Aceh, hingga saat ini masyarakat masih euforia dengan perdamaian.

Bacaan Lainnya

Hal itu diungkapkan mantan Juru Bicara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Wilayah Pase, Sofyan Dawood, saat diskusi dengan Lembaga Aceh Resource Development (ARD) bertajuk “Merawat Damai di Aceh Untuk Kemajuan Indonesia”, di Banda Aceh, Senin 14 Agustus 2023.

Menurut Sofyan hal tersebut membuat masyarakat Aceh terlena dan lupa dana otonomi khusus sudah menipis dan akan berakhir, “Kita dapat anggaran lebih banyak dalam bentuk otonomi khusus. Kita lupa batas uang itu ada hingga 2027,”ujarnya.

Sofyan mengatakan, seharusnya pihak eksekutif dan legislatif harus memikirkan persoalan tersebut. Mengingat Aceh harus dibangun secepat mungkin, sebab hingga saat ini pembangunan masih terbengkalai.

Kata Sofyan, selama 18 tahun pasca-damai Aceh masih belum mendapatkan kejelasan dari pemerintah pusat, baik itu penyelesaian Undang Undang Pemerintah Aceh (UUPA) maupun kesepakatan perjanjian damai.

“Harusnya tidak bicara konflik lagi. Tapi berbicara bahwa ini adalah daerah otonomi khusus dan bagaimana hal itu dikelola,” sebutnya.

Sementara itu setelah perdamaian, lanjutnya, pihak luar masih dibicarakan Aceh sebagai bekas daerah konflik dan rawan. Seharusnya yang dibahas bahwa Bumi Serambi Mekkah ini sekarang aman.

“Bahkan di pihak pusat ada yang mengatakan bahwa Aceh masih dianggap daerah yang tidak aman. Ini PR kita bersama untuk menyelesaikannya,” tegas Sofyan.

Ia mengungkapkan nasari konflik yang dibangun sekarang membuat Aceh terpuruk dan tak maju-maju. Padahal soal konflik, hanya sebagian masyarakat Aceh yang tahu.

Kata Sofyan, sebagai contoh, pengusaha masih bertanya tentang situasi keamanan di Aceh, ini menjadi persoalan terhadap terhambatnya ekonomi Aceh. Pertanyaan seperti keamanan Aceh, syariat Islam, masih menjadi kendala bagi pihak luar, Hal ini PR bersama seluruh masyarakat.

Ia juga menegaskan, sekarang tidak lagi membicarakan konflik dan masa lalu, tidak berbicara suatu kelompok salah atau benar, dirasakan saat ini Aceh aman, damai, dan tidak ada pemerasan maupun kekerasan seperti di wilayah lain.

“Saat ini tidak ada lagi permasalah keamanan di Aceh, masalah kita cuma di segi ekonomi dan itu kunci menjaga perdamaian,. Kalau ekonomi bagus, kriminal tidak ada,” terang Sofyan.

Sekjen Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Aceh, Daniel Taqwadin, mengatakan bertepatan dengan kedamaian Aceh yang hampir 18 tahun, merawat damai itu penting tapi yang paling penting bahwa masyarakat di provinsi ini memiliki kultur konflik.

“Sebab revolusi sosial di Aceh dilakukan orang muda, DI/TII yang berbelok juga golongan muda. Kasus pembersihan PKI juga anak muda, ada KAMI di situ,” ungkap Daniel yang juga Sekjen PW Pemuda Muhammadiyah Aceh

Daniel menyebutkan setelah MoU Helsinki juga berbarengan dengan rehab-rekon, culture of peace yang digerakkan anak muda, misal kultur warkop, coffee culture juga digerakkan oleh anak muda. Hal ini berbeda dengan masa konflik.

“Pasca konflik culture of violence berubah, anak muda lebih bersemangat dan gembira,” tutupnya.

(Kaperwil Aceh – FokusPost.com : Said Yan Rizal)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *