Sekolah Abaikan Peraturan, Praktek Jual Pakaian dan Atribut jadi Persyaratan Daftar Ulang

Batu Bara fokuspost com.-Adanya dugaan di sejumlah sekolah yang melakukan bisnis jual beli pakaian dan /atribut menjadi fenomena di kalangan masyarakat

 

Bacaan Lainnya

Hal ini kerab terjadi pada saat pendaftaran peserta didik baru (PPDB) di ruang lingkup pendidikan kabupaten batubara.

 

Ini yang di katakan ketua Aktivis Aliansi Masyarakat Batu bara (AMARA) Hendra, saat di temui wartawan fokus post. Pada Senin 28/7/2025

 

“fenomena ini bukanlah hal yang baru di lingkungan pendidikan batu bara ini, tetapi sejak dari tahun sebelumnya sudah banyak kasus yang serupa terjadi hingga tahun 2025 ini, di sekolah Negeri maupun madrasah baik.”sebut Hendra

 

Dari jenjang SD, SMP, hingga SMA di samping penerimaan siswa baru, pihak sekolah mengambil kesempatan dengan menjual pakaian dan atribut di sekolah bahkan penjualan pakaian dan atribut di dijadikan persyaratan daftar ulang,ujarnya.

 

Menurut nya, terkait jual beli pakaian dan atribut disekolah sudah marak terjadi dari tahun sebelumnya dan masih banyak lagi temuan hal yang serupa yang sering terjadi di ruang lingkup pendidikan batubara terutama pada saat pendaftaran siswa baru

 

Dalam hal ini, pihak sekolah di anggap telah menciderai integritas seleksi penerimaan peserta didik baru baik secara langsung maupun tidak langsung karena mengabaikan peraturan yang telah di tentukan” tegasnya

 

Meski Larangan penjualan pakaian, sudah jelas diatur dalam Pasal 181 dan Pasal 198 Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.
Namun tetap masih ada saja yang nekad melakukanya

 

menyoroti hal tersebut seharusnya biaya atribut sekolah termasuk baju seragam tidak lagi menjadi tanggungan orang tua mengingat pemerintah telah mengalokasikan anggaran yang cukup besar untuk pendidikan

 

Anggaran pendidikan 2024 sebesar Rp 660, 8 triliun dalam pidato pengantar RAPBN untuk 2025 pada 16 Agustus 2024 naik menjadi Rp 722 triliun. Tapi para siswa masih di bebankan dengan peralatan sekolah yang memberatkan,” Wali murid

 

Dan juga Perhimpunan pendidikan dan guru (P2G,) juga pernah merekomendasikan agar seragam sekolah masuk dalam skema Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOSP), oleh negara.

 

“Fenomena ini menarik perhatian masyarakat yang menyuarakan keprihatinan yang serupa. Mempertanyakan mengapa atribut sekolah negeri, yang seharusnya bisa gratis tapi tetap aja bayar, pertanyaannya apakah atribut berupa, topi, dasi, dan simbol lainnya tidak di anggarkan pada Dana BOS, “dengan nada tanya

 

Kondisi ini tentu dinilai memberatkan, terutama bagi keluarga yang berpenghasilan menengah ke bawah. Karena ketidak mampuannya mereka tetap aja merasa terbebani

Peran sekolah, kata Herdra, dapat membantu pengadaan sebagaimana yang disebutkan pada Pasal 12 ayat (2) Permendikbud 50 Tahun 2022 yang menyebutkan: Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, sekolah, dan masyarakat sesuai dengan kewenangannya dapat membantu pengadaan pakaian seragam sekolah dan pakaian adat bagi peserta didik dengan memprioritaskan peserta didik yang kurang mampu secara ekonomi.

“Artinya di sini bukan menjual apalagi mewajibkan membeli di sekolah dan menjadikan pembelian pakaian dan atribut di sekolah sebagai persyaratan daftar ulang. Justru sebaliknya, pihak sekolah seyogyanya membantu pengadaan bagi peserta didik yang tidak mampu”jelasnya

 

“Kondisi ini tentunya di nilai tidak efektif di lingkungan pendidikan dan menjadi perhatian serius terhadap publik.terutama pendidikan di kabupaten batubara, yang seharusnya meningkatkan sistem ajar mengajar malah menyandingkannya dengan bisnis

Praktek yang selama ini aktif berjalan, sepertinya tidak ada pengawasan seakan adanya pembiaran dan begitu juga tentang lemahnya penegakan hukum

Belum ada pernyataan informasi yang jelas dari pihak terkait Sampai Berita ini di terbitkan.

(Aus)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *