Seratus Hari Ikram-Sudarmo, Membangun dari Hulu, Menata Negeri: Desa Sebagai Jejak Awal Bupolo Berseri

Oleh: Muz MF. Latuconsina

Dalam budaya Buru, ada falsafah tak tertulis yang diwariskan turun-temurun: “Fili wae ulun eta suba nangan hia gosat huluk” (Hulu harus jernih agar hilir tidak keruh).

Bacaan Lainnya

 

Falsafah ini bukan sekadar petuah leluhur, melainkan panduan hidup yang sangat relevan dengan arah pembangunan hari ini.

 

Sebab dalam hulu kehidupan masyarakat Buru desa-desa yang tersebar di lembah, pesisir, dan lereng gunung—terletak akar kekuatan sejati negeri ini.

 

Pada Jumat, (18/7/2025), di Desa Wanareja, Kecamatan Waiapo, Pemerintah Kabupaten Buru di bawah kepemimpinan Bupati Ikram Umasugi dan Wakil Bupati Sudarmo telah membuka sebuah babak baru.

 

Rapat Kerja Desa (Rakerdes) yang mengusung tema “Sinkronisasi Perencanaan Pembangunan Desa dan Kabupaten Buru Tahun 2026 dalam Mewujudkan Bupolo Berseri.”

Ini bukan acara biasa. Ia adalah ritus peradaban baru, ketika pemimpin daerah kembali ke asal muasal: ke negeri, ke dusun, ke desa tempat orang tua membakar batu untuk bakar ikan,

Tempat anak-anak belajar nama-nama pohon dan mata angin, dan tempat seluruh warga menanam harapan pada tanah dan adat.

Memasuki 100 hari kerja, Ikram–Sudarmo mengirim isyarat kuat: bahwa mereka tak hendak membangun dari atas, melainkan dari bawah; tak hendak bicara dalam bahasa elite, melainkan mendengar suara dari rumah adat, dari pos adat, dari lubuk hati masyarakat desa. Inilah pemaknaan modern atas nilai “adat baku sayang, negeri baku jaga.”

Melalui Rakerdes ini, desa tidak lagi menjadi pelengkap administratif, melainkan pusat semesta perencanaan.

 

Musyawarah desa akan bergema dalam ruang pembangunan kabupaten. Peta jalan Bupolo Berseri tak akan ditulis di kota semata, tetapi juga di atas tikar pandan di rumah-rumah tua di dusun.

Tentu, menyatukan visi antara negeri dan kabupaten bukan perkara sepele. Ada hambatan, ada perbedaan pandang. Tapi jika semua pihak berangkat dengan niat baik, maka semangat adat akan menjadi jembatan

karena di bumi Buru, adat adalah fondasi yang menyatukan logika dan rasa, modernitas dan warisan leluhur.

 

Rakerdes ini harus dibaca sebagai ritual pembangunan yang menyatu dengan semangat kebudayaan.

 

Sebab membangun desa sejatinya adalah menjaga hidupnya satu komunitas adat yang memiliki ikatan lahir dan batin dengan tanahnya. Di sinilah letak harapan akan masa depan Buru yang bukan saja maju, tetapi juga berakar.

Dan dari Wanareja, suara leluhur seolah berbisik: “Jangan jauh dari akar, jangan lupa darimana kamu disapih.”

 

Karena hanya dengan membangun dari hulu dari desa, dari adat, dari nilai kita bisa memastikan Bupolo benar-benar berseri, bukan hanya dalam dokumen, tetapi dalam wajah dan keseharian masyarakatnya.

Kaperwil Maluku (SP)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *