Soal Ganti Rugi Lahan: Keadilan untuk Tan Irawan Tanaya – Jangan Abaikan Hak Warga

Editorial Redaksi

Sudah empat tahun lamanya Tan Irawan Tanaya menanti janji yang tak kunjung ditepati.

Bacaan Lainnya

Janji Pemerintah Daerah Kabupaten Buru untuk membayar ganti rugi atas tanah miliknya yang telah digunakan untuk kepentingan umum masih belum terealisasi.

Alih-alih mendapat kepastian, Tanaya justru dibiarkan menunggu dalam ketidakjelasan dan ketidakadilan yang berkepanjangan.

Tanah milik Tanaya seluas 9.352 meter persegi digunakan untuk pembangunan di ruas jalan samping Polres Buru.

Berdasarkan hasil apraisal, harga per meter persegi ditetapkan sebesar Rp275.000, sehingga total nilai ganti rugi yang seharusnya dibayarkan mencapai Rp 2.571.800.000 (dua miliar lima ratus tujuh puluh satu juta delapan ratus ribu rupiah).

Namun, hingga kini, baru dilakukan pembayaran dalam empat tahap:

Tahap I: Rp50.000.000
Tahap II: Rp140.000.000
Tahap III: Rp250.000.000
Tahap IV: Rp192.000.000

Total pembayaran baru mencapai Rp 642.000.000, menyisakan Rp 1.929.800.000 (satu miliar sembilan ratus dua puluh sembilan juta delapan ratus ribu rupiah) yang belum juga dibayarkan.

Yang lebih menyedihkan, surat permintaan pembayaran sisa uang telah dilayangkan ke Kepala Dinas PU Kabupaten Buru sejak 24 Januari 2023, namun hingga kini belum ada tanggapan ataupun realisasi.

Puncaknya, dalam upaya menuntut haknya, Tan Irawan Tanaya terpaksa memalang akses jalan dengan batako sebuah tindakan simbolik namun sarat makna. Ini bukan tindakan kriminal.

Ini adalah bentuk frustrasi warga terhadap birokrasi yang abai dan tak transparan. Meski kemudian palang tersebut dibongkar, pesan yang ingin disampaikan Tanaya sudah sangat jelas: “Saya hanya ingin keadilan.”

Situasi ini seharusnya menjadi tamparan keras bagi Pemda Buru. Pemerintah tidak bisa hanya menuntut warga patuh terhadap hukum dan pajak, namun abai dalam memenuhi hak-hak dasar warganya.

Tidak masuk akal bila tanah warga sudah digunakan selama bertahun-tahun, tapi pemerintah tak kunjung menyelesaikan kewajiban pembayarannya.

Apalagi jika benar ada dugaan permainan dalam penetapan harga tanah yang tidak sesuai dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) hal ini semakin memperjelas adanya potensi penyimpangan yang patut diusut tuntas.

Langkah DPRD Kabupaten Buru melalui Komisi III untuk membentuk Panitia Khusus (Pansus) guna menyelidiki ketidaksesuaian harga tanah dengan NJOP adalah angin segar.

Tapi perlu digarisbawahi, ini tidak boleh berhenti sebagai formalitas belaka. Jika Pansus tidak berani membongkar kepentingan di balik permainan harga tanah, maka keadilan bagi Tanaya dan warga lain yang bernasib serupa hanya akan jadi mimpi kosong.

Irwan Tanaya telah menunjukkan kesabaran yang luar biasa. Tapi kesabaran itu ada batasnya.

Ketika hukum tidak berpihak dan janji tak ditepati, maka tindakan drastis seperti blokade jalan adalah alarm keras bahwa keadilan telah lama absen.

Kami berdiri bersama Tan Irawan Tanaya. Ini bukan hanya soal uang atau nilai tanah. Ini adalah soal prinsip: negara harus hadir dan berpihak pada warganya, bukan malah menindas mereka dengan kelambanan, ketidakjelasan, dan birokrasi yang menyiksa.

Sudah saatnya Pemda Buru membayar lunas hak Tan Irawan Tanaya bukan karena didesak, tapi karena itu adalah kewajiban moral dan hukum.

Jangan sampai publik percaya bahwa untuk mendapatkan keadilan di negeri ini, seseorang harus memalang jalan terlebih dahulu.

Kaperwil Maluku (SP)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *