Umar Key: Dari Jakarta ke Ambon Menyulam Damai di Hunuth

Oleh: Muz MF. Latuconsina

Di antara hiruk-pikuk Jakarta yang tak pernah tidur, ada seorang putra Maluku yang hatinya tetap berdenyut untuk tanah kelahirannya. Umar Key, seorang tokoh muslim Maluku di ibu kota, bukan hanya nama yang bergaung di ruang-ruang pertemuan, tetapi juga nurani yang hidup di tengah masyarakat.

Bacaan Lainnya

Ketika kabar rusuh di Hunuth sampai ke telinganya, ia tidak menunggu panggilan formal, tidak menimbang kepentingan politik, apalagi mencari sorotan. Ia datang—menyusuri laut dan udara—hanya karena satu alasan sederhana: kemanusiaan.

Di Ambon, Umar Key berjalan di antara puing dan luka batin warga Hunuth. Ia menggenggam tangan para ibu yang kehilangan tempat berteduh, menyeka air mata anak-anak yang ketakutan, dan menenangkan hati para bapak yang cemas akan masa depan. Di setiap tatapannya, tersimpan pesan bahwa Maluku tak boleh hilang dari pelukan damai.

“Beta datang bukan bawa banyak, tapi beta bawa hati untuk sama-sama torang pulih,” begitu kira-kira makna dari kehadirannya. Sebab bagi Umar Key, solidaritas bukan soal jumlah bantuan, melainkan keberanian untuk hadir di saat orang lain terjatuh.

Langkahnya mengingatkan kita bahwa sejauh apa pun Maluku ditinggalkan, tanah ini tetap memanggil anak-anaknya untuk kembali, terutama ketika masyarakatnya terluka. Umar Key, dengan ketulusan tanpa pamrih, memberi teladan bahwa keberagamaan dan persaudaraan adalah harta terbesar yang harus dijaga.

Dari Jakarta ia berangkat, ke Ambon ia datang. Bukan untuk nama, bukan untuk kuasa, tetapi untuk menyulam damai di tanah kelahirannya yang ia cintai tanpa syarat.

Kaperwil Maluku (SP)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *