Oleh: Muz MF. Latuconsina
Di tanah Pamahanunusa, harapan bukan sekadar kata, ia adalah denyut nadi yang bergetar di dada setiap anak negeri.
Hari ini, harapan itu menitis di pundak seorang pemimpin baru Zulkarnain Awat Amir yang melangkah cepat, tak membiarkan waktu terbuang, tak membiarkan rakyat menunggu.
Ia hadir di kecamatan, menembus jalan setapak ke desa-desa, mengetuk pintu-pintu kehidupan warganya.
Bukan sekadar berpidato dari kejauhan, tetapi menyentuh tangan-tangan kasar nelayan, menatap mata petani yang letih, dan mendengar bisik lirih para ibu: “Jangan tinggalkan kami sendirian.”
Gerak cepatnya adalah jawaban.
Bahwa seorang bupati bukan hanya pemegang kuasa, melainkan pelayan yang menyapa, yang duduk di bale-bale bambu, yang merasakan asin keringat rakyatnya, dan yang meneguhkan janji bahwa Maluku Tengah tak boleh lagi berjalan sendiri.
Di pundak Zulkarnain, rakyat menitipkan doa: semoga langkah cepat itu menjadi nafas panjang pembangunan.
Semoga setiap kunjungan bukan hanya seremonial, tetapi cahaya yang menyalakan keyakinan, bahwa di tanah ini masih ada pemimpin yang tidak membiarkan rakyatnya kesepian di tengah janji-janji kosong.
Maka, wahai Bupati, teruslah hadir.
Datanglah ke desa, ke dusun, ke pulau terpencil yang sering terabaikan.
Karena rakyat hanya ingin satu hal: jangan biarkan mereka sendirian, jangan biarkan mereka merasa jauh dari pemimpinnya.
Dan kini, suara itu menggema dari lautan Seram hingga puncak Binaya, dari nadi rakyat Tulehu hingga denyut jantung Banda:
Wahai Zulkarnain Awat Amir, bupati kami, jangan pernah berhenti berlari, jangan pernah berhenti menyapa.
Sebab Maluku Tengah menuntut bukan sekadar pemimpin, tetapi kehadiran yang menyala, gerak yang menggelegar, dan cinta yang tak pernah padam untuk rakyatnya!
Kaperwil Maluku (SP)