Bupati Ikram Umasugi: Jalinan Persaudaraan yang Tak Lekang Waktu, Buton dan Buru dalam Pelukan Budaya

Dalam dunia yang kian tergesa oleh modernitas, masih ada ruang hening di mana nilai-nilai adat, persaudaraan, dan penghormatan tumbuh subur ruang itu hadir di Tanah Buton, ketika Bupati Buru, Ikram Umasugi, S.E., bersama sang istri Ibu Mohra Umasugi dan rombongan IKKST (Ikatan Kerukunan Keluarga Sulawesi Tenggara) Kabupaten Buru, berkunjung dengan penuh takzim ke Istana Sultan Buton ke-41, Kamali Baadia.

Kunjungan ini bukan sekadar agenda seremonial, melainkan sebuah peristiwa kebudayaan yang menyentuh nurani.

Bacaan Lainnya

Ketika tabuhan gong dan lantunan doa menyambut langkah para tamu kehormatan, seolah waktu membawa kita kembali ke masa ketika adat dan marwah menjadi bahasa utama dalam menjalin hubungan antarbangsa, antar daerah, antar jiwa.

Paduka Yang Mulia Ir. H. La Ode Muhammad Sjamsul Qamar, M.T., IPU., Sultan Buton ke-41, menyambut langsung kedatangan Bupati Buru dan rombongan dengan senyum yang penuh wibawa, namun lembut dan bersahaja. Dalam pertemuan dua tokoh ini — Sultan dan Bupati — tergambar bukan hanya pertemuan antara dua daerah, melainkan perjumpaan dua akar budaya yang telah lama saling berjalin di tanah timur Nusantara.

Dari Buton hingga Buru, ada benang merah sejarah dan kebersamaan yang tak mudah putus. Kedua daerah ini, dengan segala kekayaan adat dan tradisi, mengajarkan kepada kita bahwa kemajuan tidak boleh menghapus akar budaya. Bahwa di tengah derasnya arus zaman, penghormatan terhadap leluhur, adat, dan nilai kekeluargaan harus tetap menjadi jangkar yang meneguhkan arah.

Dalam suasana yang hangat dan bersahaja, Bupati Buru menyampaikan rasa terima kasih mendalam atas sambutan yang penuh kehormatan. Ia menegaskan kembali pentingnya menjaga nilai persaudaraan, budaya, dan gotong royong — nilai-nilai yang menjadi denyut nadi kehidupan di Maluku dan Sulawesi Tenggara. Sebuah pesan yang sederhana, namun menggema jauh ke relung makna: bahwa kemajuan sejati tidak lahir dari kompetisi, melainkan dari kolaborasi yang berakar pada kasih dan kearifan.

Kunjungan ini, pada hakikatnya, adalah perjalanan hati. Sebuah ziarah budaya yang mengingatkan kita bahwa negeri ini berdiri bukan hanya di atas tanah dan laut, tetapi di atas hubungan antar manusia yang dipersatukan oleh adat, iman, dan kasih sayang.

Semoga persaudaraan antara Buton dan Buru terus bersemi dalam keindahan. Semoga nilai-nilai luhur yang diwariskan leluhur menjadi cahaya penuntun bagi generasi mendatang — generasi yang tidak melupakan akar, meski tumbuh di langit kemajuan.
Karena pada akhirnya, seperti pepatah Buton yang bijak berkata:
“Adati mepoko sara, sara mepoko agama, agama mepoko lipu” —
Adat bersendikan hukum, hukum bersendikan agama, agama bersendikan negeri.

Dan di sanalah kita belajar, bahwa persaudaraan sejati adalah warisan abadi yang tak lekang oleh waktu.

Kaperwil Maluku (SP)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *