Oleh: Muz MF. Latuconsina
Namlea-Buru-fokuspost.com-Penolakan terhadap rencana pemerintah menutup aktivitas tambang ilegal di Gunung Botak (GB) kembali menggema.
Sejumlah pihak menyuarakan protes dengan dalih melindungi tambang rakyat dan menyelamatkan ekonomi masyarakat kecil.
Namun, hasil penelusuran lapangan kami menemukan kenyataan yang jauh berbeda: ada jaringan kepentingan kuat di balik suara-suara lantang itu. Dan jejaknya menuntun ke dompeng, tembak larut, dan peredaran B3.
Tim investigasi menemukan bahwa sebagian besar penolak kebijakan penutupan GB bukanlah penambang tradisional yang menambang dengan dulang dan sekop.
Mereka adalah pemain lama yang telah membangun jaringan bisnis dan membackup tambang ilegal selama bertahun-tahun.
Dari pengelola dompeng (alat berat penyedot material tambang), operator tembak larut (sistem semprot bertekanan tinggi), hingga penyedia bahan kimia berbahaya seperti sianida dan merkuri.
Salah satu temuan krusial adalah masuknya bahan berbahaya dan beracun (B3) ke kawasan Gunung Botak secara terorganisir.
Sejak larangan resmi diberlakukan, peredaran B3 seharusnya dibatasi ketat. Namun, kenyataannya, pasokan bahan seperti sianida dan mercury masih lancar — dibawa lewat jalur laut, darat.
Dalam berbagai aksi penolakan, para tokoh ini tampil sebagai pembela masyarakat. Mereka menyerukan bahwa “rakyat butuh makan“, dan “tambang adalah satu-satunya harapan“.
Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa suara-suara tersebut sebagian besar datang dari kelompok yang telah menikmati kenyamanan finansial dari aktivitas ilegal.
“Mereka pakai rakyat kecil sebagai tameng. Tapi keuntungan dari tembak larut dan dompeng masuk ke kantong pribadi mereka,” ujar seorang mantan sopir dompeng yang kini bertani di Desa Waeapo.
Gubernur Maluku, Hendrik Lewerissa, dalam sambutannya saat peletakan batu pertama RSUD Lala (17 Juli 2025), menegaskan bahwa penutupan Gunung Botak adalah keniscayaan.
Ia menyatakan tidak akan memberi ruang bagi siapapun yang menyalahgunakan dalih rakyat demi bisnis kotor yang merusak lingkungan dan nyawa.
“Saya melihat langsung korban keracunan kimia di RSUD Lala. Negara tidak boleh kalah oleh segelintir orang yang selama ini nyaman hidup dari pelanggaran hukum,” tegas Gubernur.
Namun pertanyaannya, apakah negara akan benar-benar bertindak tegas terhadap aktor-aktor besar di balik topeng rakyat kecil itu?
Kaperwil Maluku (SP)