Fokuspost.com | Maluku – Dosen Ilmu Politik dan Ilmu Pemerintahan Fakultas Sospol Universitas Terbuka (UT) dan ahli bahasa, Drs. Muz MF. Latuconsina menjelaskan, bahwa yang dimaksud dengan orang Buru adalah orang Maluku Tengah karena Buru adalah pecahan dari Kabupaten Maluku Tengah yang beribukota Masohi.
Latuconsina yang pernah mengenyam pendidikan S2 di Departement Of Antropology Havaii University, Honolulu-Amerika Serikat ini mengatakan, Kabupaten Buru dan Buru Selatan adalah kecamatan dari Kabupaten Maluku Tengah, yakni Kecamatan Buru Utara-Timur dengan Ibukota Namlea, Kecamatan Buru Utara-Barat dengan Ibukota Air Buaya dan Kecamatan Buru Selatan dengan ibukota Leksula.
Sarjana Sosiologi dan Antropologi ini memaparkan, dalam konteks politik, orang-orang Buru adalah orang-orang Maluku Tengah yang secara otonomi baru 24 tahun mekar dan itupun dimekarkan oleh orang-orang Maluku Tengah.
Kata Latuconsina, kalau berbicara tentang putra daerah atau anak negeri, maka putra daerah Buru adalah orang Maluku Tengah yang bermarga dalam cakupan wilayah Maluku Tengah, kemudian marga-marga lokal seperti Hentihu, Wael, Besugi, Wamnebo, Tasijawa, Nurlatu, Solissa, Nustelu, Wamese, Besan, Belen dan lain-lain.
Pengakuan terhadap marga-marga lain yang berasal dari Maluku Utara, Sulawesi Tenggara, dan lain-lain itu boleh-boleh saja tapi jangan mengklaim sebagai sesuatu yang kemudian menjastifikasi dengan lebel anak daerah, karena semua yang tinggal di Buru adalah anak daerah dalam pengakuan konstalasi demografi, sehingga janganlah kemudian ada yang mengendepankan pengertian anak daerah dalam konteks yang sempit.
“Jadi jangan mengklaim diri sebagai putra daerah dan membuang orang-orang dari Maluku Tengah yang merupakan sumber atau induknya Kabupaten Buru dengan mengatakan mereka bukan anak daerah”, ujar Latuconsina.
Lanjut Latuconsina, inilah yang kemudian betul-betul harus dijernihkan sehingga konsep berbangsa dan bernegara itu mengedepankan kearifan lokal dan bukan justru mengebiri hak-hak orang Maluku Tengah dengan tidak mempertimbangkan asal usul orang yang mengklaim diri sebagai putra daerah.
“Coba hindari pemikiran-pemikiran sempit terkait putra daerah sehingga bumi Bupolo yang merupakan milik kita semua, bumi yang kemudian akan tumbuh dan berkembang serta memberikan kesejahteraan kepada yang beritikad baik untuk membangun negeri ini”, pinta Latuconsina.
Ia melanjutkan, janganlah membangun nepotisme sempit dengan jargon-jargon anak daerah dan pemahaman sempit itu kemudian didorong untuk dijadikan sebagai satu senjata atau satu kekuatan untuk menghantam orang-orang atau yang dianggap lawan atau orang yang potensial untuk membangun daerah ini.
“Jadi stop bicara anak daerah, mari kita semua bergandengan tangan untuk membangun negeri tercinta ini dalam bingkai KAI WAIT”, ajak Latuconsina.
Kaperwil Maluku (SP)