Pegiat Hukum Nilai Polres Buru Tidak Bisa Sepenuhnya Disalahkan Terkait PETI Gunung Botak, Itu Menjadi Tanggungjawab Forkopimda

Aktivitas Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Gunung Botak, Kabupaten Buru, Maluku, terus menjadi sorotan. Irwan Abdul Hamid, Mahasiswa Pasca Sarjana Ilmu Pidana Iblam School Of Law Jakarta sekaligus Pegiat hukum, menilai bahwa Polres Buru tidak bisa disalahkan sepenuhnya dalam penanganan masalah ini. Menurutnya, tanggungjawab utama berada di tangan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda). Kata Hamid, Selasa, (4/2/2025)

“Polres Buru hanya menjalankan tugas penegakan hukum. Mereka tidak memiliki kewenangan untuk membuat kebijakan atau mengawasi aktivitas pertambangan secara keseluruhan,” ujarnya

Bacaan Lainnya

“Tanggung jawab yang lebih besar ada pada Forkopimda, yang terdiri dari Bupati, Wakil bupati, Ketua DPRD, Kapolres, dan Dandim.” Tuturnya.

Bahwa Forkopimda memiliki peran penting dalam menentukan arah kebijakan terkait pertambangan di wilayahnya. Mereka juga memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan dan upaya percepatan dari Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) ke pertambamgan rakyat Legal.

“Forkopimda harusnya lebih proaktif dalam menangani masalah PETI ini. Mereka harus mendorong Pemerintah Pusat agat percepat Regulasi Pertambangan rakyat dengan memfasilitasi Izin Pertambangan Rakyat (IPR),” tegasnya.

Ia juga menyoroti kurangnya koordinasi antar instansi terkait dalam penanganan PETI di Gunung Botak. Menurutnya, hal ini menjadi salah satu penyebab masalah ini tidak kunjung selesai.

“Selama ini, masing-masing instansi berjalan sendiri-sendiri. Tidak ada koordinasi yang baik. Akibatnya, penanganan PETI menjadi tidak efektif,” katanya.

Ia berharap, ke depan, Forkopimda dapat lebih serius dalam menangani masalah PETI di Gunung Botak. Ia juga berharap, ada koordinasi yang lebih baik antar instansi terkait, agar persoalan tambang Gunung Botak tidak berlarut-larut.

Pasalnya Saat ini, aktivitas penambangan terus terjadi dan bukan hanya di gunung botak saja, akan tetapi hampir merata di 2.645 lokasi se Indonesia. Bahwa tidak benar apabila semua masalah PETI dibebankan ke Polres Buru.

Selain itu, Pemerintah dan DPR berencana melakukan perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba). Hal ini merupakan upaya untuk memperbaiki sektor pertambangan mineral dan batubara serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

UU Minerba yang berlaku saat ini dinilai belum mampu menjawab tantangan dan kebutuhan sektor pertambangan mineral dan batubara. Beberapa permasalahan yang menjadi perhatian seperti tumpang tindih perizinan, praktik pertambangan ilegal, kerusakan lingkungan akibat pertambangan, rendahnya kontribusi sektor pertambangan terhadap pendapatan negara dan kesejahteraan masyarakat lokal yang belum optimal.

Oleh karena itu, pemerintah dan DPR bersepakat untuk melakukan perubahan terhadap UU Minerba. Perubahan ini diharapkan dapat menjadi solusi atas berbagai permasalahan tersebut dan mampu menciptakan sektor pertambangan yang lebih baik.

Irwan berharap perubahan UU Minerba nantinya lebih berpihak kepada penambang rakyat dan mencerminkan aspirasi banyak pihak yang selama ini merasa kurang diuntungkan dalam pengelolaan sumber daya alam di sektor pertambangan.

Penambang rakyat seringkali menghadapi berbagai kendala, seperti proses perizinan yang berbelit-belit dan biaya yang tinggi menjadi hambatan besar bagi penambang rakyat untuk mendapatkan legalitas. Akibatnya, banyak yang terpaksa melakukan penambangan ilegal, tutupnya.

Kaperwil Maluku (S Friski Papalia)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *