Oleh: Dr. Djunaidi Raupele, SE, M.Si. (ketua Forkoda Maluku)
Isu pemekaran wilayah atau pembentukan Calon Daerah Otonom Baru (CDOB) kembali mencuat ke permukaan, menyusul banyaknya usulan dari berbagai daerah di Indonesia. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) memandang fenomena ini sebagai sebuah bentuk partisipasi masyarakat yang wajar dan sah secara konstitusional. Pemekaran, pada dasarnya, adalah cerminan dari keinginan masyarakat untuk mendapatkan pemerintahan yang lebih dekat, responsif, dan efektif.
Namun, antusiasme ini perlu diiringi dengan evaluasi yang objektif dan menyeluruh. Masyarakat, sebagai subjek utama dari pemekaran, juga memikul tanggung jawab untuk menilai secara kritis apakah selama ini penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan publik di wilayahnya berjalan dengan baik.
Kemendagri sendiri saat ini masih menunggu pencabutan moratorium pemekaran daerah—apakah akan dilakukan secara penuh atau parsial. Dalam masa penantian ini, Kemendagri menyiapkan diri dengan melakukan evaluasi terhadap seluruh berkas usulan CDOB, berdasarkan pemenuhan syarat administrasi, fisik, dan kewilayahan sebagaimana diatur dalam UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Salah satu syarat penting adalah adanya persetujuan bersama antara kepala daerah dan DPRD, serta peta wilayah yang jelas—meskipun sementara— yang menggambarkan dengan tegas batas kabupaten induk dan wilayah yang akan dimekarkan. Hal ini penting sebagai pijakan dalam proses legalisasi dan penataan wilayah yang lebih lanjut.
Di tengah dinamika ini, muncul sinyal bahwa Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Penataan Daerah akan segera disahkan menjadi Peraturan Pemerintah (PP). Bila hal ini terealisasi, bisa jadi menjadi titik balik yang membuka jalan bagi pemekaran sejumlah wilayah yang selama ini tertahan.
Perlu dicatat, pemekaran bukan sekadar memisah wilayah administratif. Ia menyangkut kemandirian fiskal, kapasitas birokrasi, infrastruktur pemerintahan, serta kesanggupan daerah baru dalam mengelola otonomi secara berkelanjutan. Keberhasilan Papua Selatan sebagai salah satu contoh CDOB yang sudah dimekarkan, memang memberi optimisme. Namun, tidak semua wilayah memiliki kesiapan yang sama.
Maka, pemerintah perlu selektif dan objektif dalam menilai setiap usulan. Di sisi lain, masyarakat harus berpikir jernih: apakah pemekaran adalah jalan keluar terbaik, atau hanya pelarian dari permasalahan yang sesungguhnya bisa diatasi dengan memperkuat tata kelola dan akuntabilitas pemerintah yang ada?
Pemekaran bukanlah solusi ajaib. Ia adalah proses panjang yang hanya akan berdampak positif jika dilakukan secara bijak, terencana, dan sesuai kebutuhan nyata masyarakat.
Catatan penting, keterangan dan penjelasan dalam tulisan ini merupakan hasil dari konsultasi Ketua Forkoda Maluku, Dr. Djunaidi Raupele, dengan pihak Kementerian Dalam Negeri pada 18 September 2025 di Jakarta, yang secara khusus membahas 13 usulan CDOB di Provinsi Maluku.
Sebagai tindak lanjut, Forkoda Maluku menghimbau kepada seluruh Ketua CDOB di wilayah Maluku untuk segera meyakinkan kepala daerah dan DPRD setempat guna memperoleh keputusan bersama sebagai salah satu syarat utama dalam pengusulan daerah otonom baru.
Kaperwil Maluku (SP)