Jakarta – Sekretaris Jenderal Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Islam (Sekjen PP GPI), Irwan Abd. Hamid, S.H., M.H., mendesak Presiden Prabowo Subianto, untuk mencopot . Dr. Hanif Faisol Nurofiq, S.Hut, M.P ssbagai Menteri Lingkungan Hidup (LH) terkait penerbitan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) yang diduga melanggar undang-undang.
Desakan ini muncul setelah ditemukannya indikasi bahwa koperasi pertambangan rakyat yang mendapatkan izin tersebut akan menggunakan merkuri dan bahan kimia berbahaya jenis B3, seperti sianida, dalam operasionalnya.
Irwan Abd. Hamid, yang juga merupakan mahasiswa program doktor ilmu hukum, menyatakan keprihatinannya atas temuan ini.
Menurutnya, penerbitan IPR yang telah memenuhi persyaratan di AMDALnet seharusnya menjamin komitmen penghapusan merkuri dan sianida. Namun, fakta di lapangan menunjukkan sebaliknya. Pada lokasi-lokasi pertambangan yang diusulkan menjadi pertambangan Rakyat Legal justru aktif menggunakan mercuri maupun sianida dalam ekstraksi mengolah emas.
“Kami mempertanyakan komitmen Kementerian LH terkait implementasi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2017 tentang Konvensi Minamata dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Penerbitan IPR oleh pemerintah provinsi perlu dikaji secara matang. Jika prosesnya tidak transparan, maka pemerintah provinsi dan Kementerian LH secara sengaja mendukung penggunaan merkuri dan sianida oleh koperasi-koperasi tersebut,” ujar Irwan dalam keterangan persnya.
Irwan menegaskan bahwa pemberian izin lingkungan dan IPR tersebut cacat hukum karena bertentangan dengan undang-undang yang berlaku. Oleh karena itu, PP GPI berencana melakukan aksi demonstrasi untuk mendesak Presiden Prabowo agar mencopot Menteri Lingkungan Hidup dan mengevaluasi seluruh IPR yang telah diterbitkan oleh pemerintah provinsi.
Berdasarkan analisis hukum, penerbitan IPR yang mengizinkan penggunaan merkuri dan sianida berpotensi melanggar beberapa peraturan perundang-undangan, antara lain:
Melanggar Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pengesahan Konvensi Minamata Mengenai Merkuri: Undang-undang ini secara tegas melarang penggunaan merkuri dalam kegiatan pertambangan. Penerbitan izin yang mengabaikan larangan ini dapat dikategorikan sebagai tindakan melawan hukum.
Melanggar Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dan sangat jelas Undang-undang ini mengatur tentang pengelolaan pertambangan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Penggunaan bahan kimia berbahaya seperti sianida harus dilakukan dengan pengendalian yang ketat dan sesuai dengan standar lingkungan yang berlaku.
Melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Bahwa Peraturan ini mengatur secara rinci tentang persyaratan dan prosedur penerbitan izin lingkungan, termasuk AMDAL. Jika penerbitan IPR tidak sesuai dengan persyaratan AMDAL, maka izin tersebut dapat dibatalkan.
Bahwa Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mengatur tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup secara umum, termasuk larangan pencemaran lingkungan.
Selain itu, irwan menjelaskan dalam konteks hukum administrasi negara, penerbitan izin yang bertentangan dengan undang-undang dapat dikategorikan sebagai tindakan yang melampaui kewenangan (ultra vires) atau penyalahgunaan wewenang (detournement de pouvoir). Oleh karena itu, Presiden memiliki kewenangan untuk mengevaluasi dan mencabut izin yang bermasalah, serta mengambil tindakan terhadap pejabat yang bertanggung jawab.
Lanjut irwan, jika terdapat bukti kuat bahwa pejabat pemerintah telah melakukan tindakan yang merugikan lingkungan dan kesehatan masyarakat, mereka juga dapat dikenai sanksi pidana sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku.
Bahwa Konvensi Minamata adalah dokumen yang menjadi dasar perjanjian internasional untuk melindungi kesehatan manusia dan lingkungan dari efek berbahaya merkuri dan sianida yang selama menjadi masalah di wilayah pertambangan emas tanpa izin (PETI) yang seharusnya menjadi perhatian serius.
(Sp)