Negeri Ini Punya Nama-Nama Besar, Tapi Bangunan dan Jalan Masih Kosong Makna

Editorial oleh: Muz MF. Latuconsina

Namlea-fokuspoat.com-Di atas tanah ini, sejarah pernah mencatat nama-nama besar yang berjasa membangun fondasi negeri.

Bacaan Lainnya

Dari Adam Pattisahusiwa, tokoh pejuang; Husni Hentihu, politisi dengan gagasan besar; hingga AR Tukuboya, pelita pendidikan yang menerangi generasi awal Buru dan lain-lain.

 

Tapi sayangnya, nama-nama ini belum hidup dalam ruang publik Namlea ibukota Kabupaten Buru sebagaimana semestinya.

 

Hingga kini, RSUD Lala yang menjadi rumah sakit rujukan masyarakat belum memiliki nama resmi yang mengabadikan tokoh atau misi kemanusiaan tertentu.

 

Pelabuhan besar tempat bersandarnya kapal Pelni juga dibiarkan tanpa nama, padahal menjadi pintu utama pergerakan manusia dan barang di Pulau Buru.

 

Bahkan, jalan-jalan utama yang setiap hari dilintasi warga, pejabat, pelajar, dan petani belum memiliki penamaan resmi yang mencerminkan jati diri daerah.

 

Dalam pandangan adat Buru, nama bukan sekadar penyebutan. Nama adalah tanda yang menautkan manusia dengan sejarah,

 

Dengan arwah leluhur, dan dengan tanah yang dipijak. Menamai bangunan publik dengan nama tokoh lokal bukan hanya penghargaan, tapi juga pengukuhan ruh peradaban Buru dalam denyut pembangunan.

 

Seperti adat di negeri-negeri lain, pemberian nama selalu disertai ritus penghormatan, karena nama dipercaya menjadi jalan ingatan agar anak cucu tak buta arah.

 

Maka betapa ironis bila fasilitas modern kita justru kosong makna, tanpa roh, tanpa cerita, tanpa penghormatan.

 

Sejarah Buru kaya akan figur-figur yang patut diabadikan namanya. Adam Pattisahusiwa bukan hanya pejuang militer, ia adalah simbol diplomasi dan keberanian.

 

Husni Hentihu tidak hanya bupati, tapi juga pelopor pembangunan dan simbol kedewasaan politik Buru pasca reformasi.

 

Sementara AR. Tukuboya, adalah salah satu pendidik pertama yang membawa cahaya literasi ke pulau ini, dan ada lagi nama-nama lain.

 

Apakah semua jasa itu hanya akan berhenti dalam nisan-nisan makam? Tidak bisakah kita memberi penghormatan yang lebih abadi lewat nama jalan, rumah sakit, pelabuhan, sekolah, atau taman kota?

 

Sudah saatnya DPRD Kabupaten Buru dan Pemerintah Daerah mengambil langkah nyata. Buat regulasi atau perda khusus tentang penamaan fasilitas publik berbasis nilai historis dan budaya lokal.

Undang tokoh adat, sejarawan lokal, aktivis muda, dan para pemangku kepentingan untuk merumuskan daftar nama tokoh yang layak dikenang secara resmi.

Penamaan ini bukan hal sepele. Di banyak daerah lain, nama jalan atau rumah sakit bisa menjadi simbol kehormatan dan kebanggaan kolektif.

Jika kita menunda terus, maka kota ini akan tumbuh tanpa akar, generasi muda akan kehilangan hubungan dengan sejarahnya sendiri.

 

Pembangunan fisik boleh megah, tapi tanpa nama, ia hanyalah bangunan hampa. Saatnya kita isi ruang-ruang publik dengan nama-nama yang berarti.

 

Dengan itu, kita bukan hanya membangun kota, tapi juga mengikat ingatan, memberi teladan, dan menghormati sejarah.

 

Mari bangkitkan ingatan kita, dan abadikan mereka yang telah lebih dulu menyalakan obor.

Kaperwil Maluku (SP)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *