Sebuah Tinjauan dari Perspektif Ilmu Mantiq Oleh: Drs. Muz MJ. Latuconsina, Wartawan Senior
fokuspost.com-PENJAJAHAN Belanda di Nusantara seringkali dipahami sebagai penjajahan atas “Indonesia”, namun secara historis dan logis, istilah ini menimbulkan pertanyaan mendasar, terutama jika dilihat dari sudut pandang ilmu mantiq atau logika.
Sebelum tahun 1945, Indonesia sebagai negara belum ada, sehingga segala bentuk perlawanan atau penjajahan tidaklah terjadi dalam konteks negara Indonesia yang kita kenal saat ini.
Premis dan kesimpulan dalam ilmu mantiq
Dalam ilmu mantiq, sebuah argumen dibangun dari premis-premis yang saling terkait untuk mencapai kesimpulan yang sahih. Premis yang tidak tepat akan menghasilkan kesimpulan yang salah.
Dalam konteks penjajahan Belanda di Nusantara, premis umum yang sering kita dengar adalah
“Belanda menjajah Indonesia sebelum tahun 1945”, dan “Para pahlawan pejuang untuk Indonesia”. Namun, jika kita menggunakan prinsip mantiq, kita akan melihat kedua premis ini bermasalah.
Premis pertama; Belanda menjajah Indonesia sebelum tahun 1945.
Jika kita menganalisis premis ini, kita menemukan bahwa istilah “Indonesia” sebagai negara belum eksis sebelum tahun 1945.
Oleh karena itu, penggunaan kata “Indonesia” dalam konteks penjajahan sebelum tahun 1945 tidak logis. Kalimat yang lebih tepat adalah “Belanda penjajah kerajaan-kerjaan lokal di Nusantara seperti Aceh, Mataram, atau Gowa, dan lain-lain.
Premis kedua; para pahlawan berjuang untuk Indonesia.
Premis itu juga perlu ditinjau. Sebelum gagasan nasionalisme modern yang berkembang di awal abad ke 20, para pejuang lokal seperti Sultan Hasanuddin, Pengeran Diponegoro, Cut Nyak Dien, dan lain-lain berjuang bukan untuk Indonesia,
Melainkan untuk kepentingan kerajaan atau wilayah mereka masing-masing. Maka, secara logis, kesimpulan bahwa mereka berjuang atas nama Indonesia adalah keliru, sebab konsep “Indonesia” belum ada saat itu.
Dari dua premis tersebut, kesimpulan yang valid adalah; Belanda menjajah kerajaan-kerajaan lokal di Nusantara, dan para pahlawan berjuang untuk membela kedaulatan lokal, bukan untuk Indonesia.
ANALISIS SILOGISME
Dalam mantiq, sebuah argumen yang sahih harus mengikuti silogisme yang valid. Mari kita uji argumen yang sering digunakan dalam narasi sejarah
dengan bentuk silogisme sederhana.
Premis mayor; Belanda menjajah wilayah yang sekarang disebut Indonesia.
Premis minor; para pejuang melawan penjajahan Belanda di wilayah tersebut.
Kesimpulan; para pejuang melawan Belanda demi Indonesia.
Jika kita melihat kesimpulan ini, ada cacat logis yang disebut “kesalahan dalam penggunaan istilah” (fallacy of eqiuvocation).
Kata “Indonesia” dalam premis mayor dan kesimpulan digunakan secara
ambigu, yaitu sebagai wilayah geografis yang belum memiliki indentitas politik yang jelas waktu itu.
Karena “Indonesia” belum menjadi negara hingga tahun 1945, maka kesimpulan bahwa pejuang sebelum tahun tersebut berjuang untuk Indonesia tidak sesuai dengan fakta historis.
Prinsip Tawhid al-Qadhaya (penyatuan premis)
Ilmu mantiq juga mengajarkan tentang pentingnya konsistensi dalam penggunaan premis.
Dalam hal ini premis mengenai “Indonesia” harus digunakan secara konsisten, baik dalam konteks wilayah geografis (Nusantara) maupun entitas politik (negara Indonesia).
Jika kita konsisten dalam membedakan antara Nusantara sebagai wilayah geografis dan Indonesia sebagai negara, maka argumen sejarah menjadi lebih masuk akal.
Premis mayor; Belanda menjajah wilayah Nusantara.
Premis minor: para pejuang melawan penjajahan di Nusantara.
Kesimpulan; para pejuang melawan Belanda demi kerajaan atau wilayah mereka, bukan demi Indonesia.
Kesimpulan ini sahih dalam kerangka mantiq, karena tidak ada ambiguitas istilah. Para pahlawan berjuang demi kedaulatan kerajaan atau wilayah mereka, bukan demi entitas yang belum ada.
KESIMPULAN
Dari prespektif ilmu mantiq, narasi bahwa Belanda menjajah Indonesia sebelum tahun 1945, dan para pahlawan berjuang demi Indonesia perlu dikoreksi.
Yang lebih sesuai dengan logika adalah bahwa Belanda menjajah kerajaan-kerajaan lokal di Nusantara, dan para pahlawan berjuang untuk mempertahankan wilayah atau kerajaan mereka masing-masing.
Konsep “Indonesia” sebagai entitas negara baru terbentuk setelah gagasan Nasionalisme mulai berkembang pada awal ke-20 dan akhirnya terwujud pada tanggal 17 Agustus 1945.
Dengan pendekatan ini, kita bisa memahami sejarah dengan lebih tepat dan menghindari kesimpulan yang keliru.
Kaperwil Maluku (SP)