“Untuk memberikan pelayanan yang nyata, Anda harus menambahkan sesuatu yang tidak dapat dibeli atau diukur dengan uang, yaitu ketulusan dan integritas.” Don Alden Adams (President of the Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania).
***
Pada setiap organisasi publik yang memiliki tugas dan fungsi memberikan pelayanan publik kepada warga masyarakat, diperhadapkan dengan kewajiban memberikan pelayanan publik yang berkualitas kepada warga masyarakat. Hal ini merupakan esensi vital dari kehadiran organisasi publik tersebut dalam memberikan pelayanan publik kepada warga masyarakat. Untuk mensupport pemberian pelayanan publik dari organisasi publik tersebut, maka dipersiapkan sumber daya (resources), yang mencakup sarana-prasarana, dan sumber daya manusia (SDM). Hal ini diikuti dengan penyediaan anggaran (financial).
Dalam konteks organisasi publik yang lebih global, maka tentu organisasi publik dimaksud yakni Pemerintah per tingkatannya, dari level pusat, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan. Hingga organisasi publik yang terkecil dalam struktur pemerintahan adalah desa. Organisasi publik tersebut lebih banyak berurusan dengan kepentingan publik yakni, warga masyarakat. Kepentingan publik tersebut tidak lain adalah terpenuhinya pelayanan publik kepada warga masyarakat secara prosedural, transparan, bertanggungjawab, efektif dan efesien. Sehingga berdampak kepada kepuasan warga masyarakat.
Terkait dengan itu, dalam setiap kali agenda Pemilihan Umum (Pemilu) baik itu, Pemilu Legislatif, Pemilihan Presiden (Pilpres), Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), dan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades), aspek vital dan strategis yang menjadi bahan kampanye para calon pimpinan pemerintahan per tingkatannya dihadapan warga masyarakat adalah pemberian pelayanan publik, yang optimal kepada warga masyarakat. Banyak warga masyarakat yang memilih di hari pencoblosan Pemilu, karena plat form visi-misi para calon pimpinan pemerintahan tersebut, yang berjanji jika terpilih akan memberikan pelayanan publik, yang maksimal kepada warga masyarakat.
Kewajiban para pimpinan pemerintahan tersebut setelah terpilih, mereka akan memenuhi janji mereka dengan memberikan pelayanan publik yang optimal kepada warga masyarakat. Motivasi mereka untuk memberikan pelayanan publik yang optimal, sebenarnya dilatarbelakangi oleh berbagai problem dalam pelayanan publik dari pemerintahan sebelumnya, seperti : 1) prosedur yang berbelit-belit, 2) waktu pelayanan yang lama, 3) petugas pelayan yang tidak ramah, 4) jumlah petugas pelayan tidak setara dengan banyaknya warga masyarakat yang datang mengikuti proses pelayanan, 5) masih adanya tarif, 6) praktek orang dalam (ordal), dan 7) petugas pelayan yang tidak trampil, serta berbagai problem pelayanan publik lainnya.
Berbagai problem dalam pelayanan publik itu kemudian dilakukan pembenahan oleh pimpinan pemerintahan yang baru tersebut setelah mereka memerintah. Hal ini dilakukan dengan : 1) mempermudah prosedur, 2) waktu pelayanan yang dipersingkat, 3) petugas pelayan tampil ramah, 4) jumlah petugas disetarakan dengan banyaknya warga masyarakat yang datang mengikuti proses pelayanan, 5) pelayanan non tarif, 6) perlakuan setara tanpa praktek ordal, 7) penyediaan petugas pelayanan yang terampil, serta berbagai pembenahan lainnya. Semuanya dilakukan dalam rangka mensukseskan pemberian pelayanan publik, yang optimal kepada warga masyarakat.
Relevan dengan itu, Atik dan Ratminto (2005) dalam bukunya yang berjudul : ”Manajemen Pelayanan, Disertai Dengan Pengembangan Model Konseptual, Penerapan Citizen’s Charter dan Standar Pelayanan Minimal”, mengatakan bahwa pelayanan publik atau pelayanan umum dapat didefinisikan sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, didaerah, dan dilingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dari makna pelayanan publik itu, tentu pelayanan publik khususnya dari Pemerintah Desa kepada warga masyarakat tidak sebatas hanya dalam bentuk barang publik semata, seperti : distribusi beras untuk warga miskin (raskin), pemberian bantuan alat pertanian, penyediaan air bersih, dan penyaluran sembilan bahasa pokok (sembako). Begitu pula tidak hanya dalam bentuk jasa publik saja, seperti : pelayanan kesehatan (posyandu,puskesmas), pelayanan pendidikan (sekolah,perpustakaan desa), pelayanan kebersihan (pengangkutan sampah), dan pelayanan transportasi (angkutan desa). Tapi juga pelayanan publik dari pemerintah kepada warga masyarakat dalam bentuk pelayanan administrasi publik, contohnya : pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK), pengurusan akte kelahiran, pengurusan surat izin usaha, dan pengurusan surat keterangan domisili.
Pemerintah Desa sebagai organisasi publik, yang berada pada level terendah pada struktur organisasi Pemerintah di tanah air, juga selalu diperhadapkan dengan problem pelayanan publik. Berbagai problem pelayanan publik itu yakni : 1) rendahnya tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan publik, 2) efektifitas dan efesiensi pelayanan publik yang masih rendah, 3) adanya pungutan liar dalam pelayanan publik, 4) sentralisasi pelayanan yang banyak terpusat di kabupaten/kota, 5) keterbatasan sumber daya manusia dan infrastruktur, 6) kurangnya pelatihan dan kapasitas aparat desa, 7) disparitas antar desa dalam penerapan standar pelayanan, dan 8) birokrasi yang panjang dan rumit. (Utama,2025).
Merespons berbagai problem tersebut, maka pelayanan publik yang dilakukan Pemerintah Desa perlu memiliki dan menerapkan prosedur kerja. Hal ini yang lazim dikenal dengan Standar Pelayanan Minimal Desa (SPM Desa). Penerapan SPM Desa di lingkungan Pemerintah Desa digunakan sebagai pedoman atau acuan bagi aparatur Pemerintah Desa dalam melaksanakan tugas dan fungsi serta meningkatkan kinerja dan pelayanan berdasarkan indikator-indikator teknis, administratif dan prosedural sesuai dengan tata kerja, prosedur kerja dan sistem kerja.
SPM Desa adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan yang merupakan urusan Desa yang berhak diperoleh setiap masyarakat Desa secara minimal. SPM Desa dimaksudkan untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, mempermudah pelayanan kepada masyarakat, keterbukaan pelayanan kepada masyarakat, dan efektivitas pelayanan kepada masyarakat. Sedangkan adanya Standar SPM Desa bertujuan untuk mendorong percepatan pelayanan kepada masyarakat, memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai kewenangannya, dan sebagai alat kontrol masyarakat terhadap kinerja Pemerintah Desa.
Adapun penyelenggara SPM Desa adalah Kepala Desa selaku penanggungjawab penyelenggara, Sekretaris Desa yang mempunyai tugas melakukan penatausahaan administrasi penyelenggaraan, kepala seksi yang membidangi pelayanan administrasi, dan perangkat desa lainnya yang bertugas untuk membantu pelaksanaan pelayanan administrasi. (Pemdes Jatilor, 2021). Secara global norma tentang SPM Desa tertuang dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Standar Pelayanan Minimal Desa. Hal ini diikuti pula dengan norma tentang SPM Desa yang dibuat oleh Gubernur, Bupati, Walikota dan Pemerintah Desa. Norma-norma tersebut sebagai acuan yang sifatnya teknis dalam implementasi SPM Desa dari Pemerintah Desa kepada warga masyarakat desa.
Maksud dari SPM Desa dapat secara saksama dilihat dalam Permendagri ini pada Pasal 2 huruf : a) mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, b) mempermudah pelayanan kepada masyarakat, c) keterbukaan pelayanan kepada masyarakat, dan d) efektifitas pelayanan kepada masyarakat. Sedangkan tujuan SPM Desa dalam Permendagri ini pada Pasal 3 huruf : a) mendorong percepatan pelayanan kepada masyarakat, b) memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai kewenangannya, c) dan sebagai alat kontrol masyarakat terhadap kinerja Pemerintah Desa.
Selanjutnya SPM Desa dalam Permendagri ini pada Pasal 5 huruf a) meliputi : a) penyediaan dan penyebaran informasi pelayanan, b) penyediaan data dan informasi kependudukan dan pertanahan, c) pemberian surat keterangan, d) penyederhanaan pelayanan, dan d) pengaduan masyarakat. Namun jika kita melihat diluar norma tersebut, sebenarnya secara umum SPM Desa terkait dengan pemberian pelayanan publik mencakup : pelayanan barang publik, jasa publik dan administrasi publik, dari Pemerintah Desa kepada warga masyarakat. Berbagai pemberian pelayanan publik tersebut menjadi kebutuhan vital dari warga masyarakat desa itu sendiri, dimana secara berkesinambungan harus diberikan.
Kendati secara global di level nasional sudah terdapat norma, yang secara spesifik mengatur tentang SPM Desa. Tapi perlu adanya pemberian pemahaman yang komprehensif tentang SPM Desa secara kontinyu kepada warga masyarakat di tingkat desa, yang memiliki kepentingan langsung dengan proses pemberian pelayanan publik dari Pemerintah Desa itu sendiri. Hal ini bertujuan agar warga masyarakat mampu memiliki pemahaman tentang SPM Desa. Sehingga warga masyarakat bisa terlayani dengan baik dalam proses-proses pelayanan publik yang berlangsung di Kantor Desa.
Dalam konteks SPM Desa, tentu merupakan tanggung jawab stakeholder strategis, yang sifatnya kolaboratif dengan melibatkan : Pemerintah Desa, instansi Pemerintah, Perguruan Tinggi (PT), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Organisasi Masyarakat (Ormas), dan Organisasi Pemuda (OKP), yang ekspert pada bidang Pemerintahan Desa dan pelayanan publik. Berbagai stakeholder tersebut, perlu hadir untuk memberikan pemahaman dalam bentuk sosialisasi kepada warga masyarakat menyangkut urgensi SPM Desa. Dampaknya warga masyarakat memahami SPM Desa, dimana dengan pemahaman itu, mereka bisa terlayani dengan baik dalam proses pelayanan publik yang dilakukan di level Desa. Sehingga dapat memuaskan warga masyarakat.
Kaperwil Maluku (SP)