Labuhanbatu-fokuspost.com-Aroma busuk dugaan korupsi Dana Desa di Desa Pondok Batu, Kecamatan Bilah Hulu, Kabupaten Labuhanbatu kian menyengat.
Namun hingga kini, Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu lembaga yang semestinya paling bertanggung jawab atas pengawasan memilih bungkam. Tak ada penjelasan, tak ada tanggapan. Seolah-olah persoalan ini bukan urusan mereka. demikian dilaporkan Kamis (3/7/2025).
Ketua Umum DPP LSM Gerakan Reformasi Masyarakat Peduli Sejahtera (GEMPA), Herman Damanik, secara terbuka mengecam sikap diam Inspektorat yang dinilainya sebagai bentuk pembiaran terhadap pelanggaran hukum.
“Penyalahgunaan Dana Desa bukan perkara sepele. Ini tindak pidana berat yang merugikan negara dan rakyat. Ada undang-undangnya, ada sanksinya. Tapi kenapa pihak pengawas malah diam? Ini yang mencurigakan,” tegasnya dalam keterangannya kepada wartawan di sebuah warung kopi di Rantauprapat, Rabu (2/7/2025).
Menurutnya, pelanggaran terkait Dana Desa diatur jelas dalam Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan ancaman pidana penjara seumur hidup hingga 20 tahun dan denda maksimal Rp1 miliar.
Tak hanya itu, penyimpangan terhadap Rencana Anggaran Biaya (RAB) atau APBDes juga dapat berujung pada pemberhentian kepala desa sebagaimana diatur dalam Pasal 18 UU No. 6 Tahun 2014. Bahkan, sanksi administrasi menurut PP No. 43 Tahun 2014 jo. PP 47/2015 bisa berupa teguran keras hingga pemberhentian tetap.
“Sudah ada dasar hukumnya, tapi seolah-olah ada pembiaran. Ini bukan zaman gelap lagi. Transparansi itu keharusan!” ucapnya geram.
Ironisnya, meski Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas dugaan penyelewengan Dana Desa Pondok Batu tahun 2023–2024 telah dilayangkan ke Inspektorat, tak satu pun jawaban diberikan.
konfirmasi melalui via WhatsApp (1/7) dari wartawan tak dihiraukan. pesan tak direspons. Inspektorat seolah mati rasa.
Beberapa dugaan yang mencuat dan sudah menjadi konsumsi publik antara lain:
- Realisasi anggaran tidak sesuai laporan penggunaan
- Dugaan markup dalam pembangunan fisik
- Tidak ada transparansi pengelolaan dana
- Indikasi kegiatan fiktif dalam APBDes
“Jika hasil audit didiamkan begitu saja, berarti ada yang ingin dilindungi. Padahal menurut UU No. 15 Tahun 2004, pejabat wajib menindaklanjuti hasil pemeriksaan maksimal 60 hari. Kalau tidak, bisa dikenakan sanksi hukum,” ujar Herman.
Ia juga menyoroti soal dugaan markup dan pemalsuan laporan yang bisa dijerat Pasal 263 KUHP dengan ancaman penjara hingga 6 tahun.
Kepala Dinas PMD Labuhanbatu melalui Kabid Pemerintahan Desa, Sopianto Nababan, yang dikonfirmasi pada Selasa (1/7), justru menghindar dari tanggung jawab.
“Kalau soal LHP, itu sepenuhnya wewenang Inspektorat. Kami hanya pembinaan, bukan pengawasan,” ujarnya datar.
Pernyataan ini makin mempertegas adanya kekosongan pengawasan dan koordinasi antar lembaga daerah. Sementara itu, Kepala Desa Pondok Batu, CEPS, juga memilih tutup mulut.
Publik Labuhanbatu kini mempertanyakan, kemana tanggung jawab moral dan hukum para pejabat ini? Ketika dana desa yang notabene milik rakyat diduga diselewengkan, mengapa lembaga pengawasan justru membisu?
“Jangan-jangan bukan cuma kepala desa yang bermain. Bungkamnya Inspektorat bisa jadi pertanda adanya keterlibatan lebih jauh,” sindir salah satu tokoh masyarakat yang enggan disebutkan namanya.
jurnalis menegaskan akan terus mengawal dan mengekspos perkembangan kasus ini, dan tidak akan berhenti sampai kebenaran terungkap dan pihak yang terlibat dimintai pertanggungjawaban.
(Tim)
Bersambung…